PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret
memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan
menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang
berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua
terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang
menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau
kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian
kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak
akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar
dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan
membahayakan anak.
Menurut data United Nations
Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare
merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi,
dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak
meninggal dunia setiap tahunnya karena diare
Angka
tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika
digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita
mendapatkan penanganan serius.
Di
Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekira
460 balita setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu
yang tertinggi, di mana kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia
di bawah 5 tahun. Umumnya, kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan
orangtua memberikan perawatan pertama saat anak terkena diare.
Diare
disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi
lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor
utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly ,
Feces, danFinger.
Oleh
karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai
penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu
pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat
menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara
dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com).
Angka
kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan
nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia
mengalami episode diare se banyak 1,6 – 2 kali per tahun
Kasubdit
Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu
penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41
kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di
wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277
diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
(piogama.ugm.ac.id).
Sedangkan
di Provinsi Riau Pada 27 maret 2008 tercatat Diare 182 kasus yang diakibatkan
adanya banjir di Provinsi Riau. Adapun kecamatan yang terkena banjir sebanyak
36 kecamatan, 164 desa, 29.950 Kepala Keluarga atau 60.950 Jiwa
Sepintas
diare terdengar sepele dan san gat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan untuk
mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata
ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau
bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi
makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan
diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Menurut
Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih
dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan
menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut
Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau
cair.
Menurut WHO (1990) diare adalah
buang air besar encer atau cair lebih darui tiga kali sehari. Diare akut adalah
diare yang yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam
atau hari.
Diare adalah Buang Air Besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200ml/24jam. Definisi lain memakai criteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai
lender dan darah.
Jadi
diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.
B.
Etiologi
1. infeksi bakteri
Beberapa
jenis bakteri dapat termakan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan menyebabkan diare seperti campylobacter,
salmonella shigella dan Escherichia
coli.
2.
Infeksi Virus
Virus yang menyebabkan diare yaitu
rota virus,Norwalk,cytomegalovirus, virus herpes simplex dan virus hepatitis.
3.
Intoleransi Makanan
factor makanan misalnya makanan
basi, beracun,atau alergi terhadap makanan.penularan
melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti:
makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi,baik yang sudah dicemari oleh serangga
atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.
Penggunaan sumber air yang sudah
tercemar dan tidak memasak air dengan benar.
Tidak mencuci tangan dengan bersih
setelah buang air besar.
4.
Parasit
Masuk dalam tubuh melalui makanan
minuman yang kotor dan menetap dalam system pencernaan
seperti giardia lamblia, entamoeba histolytica dan cryptosporidium.
5.
Reaksi Obat
Seperti antibiotic, obat-obatan,
tekanan darah dan antasida mengandung magnesium.
6.
Penyakit Inflamasi
Penyakit
inflamasi usus atau penyakit abdominalis gangguan fungsi usus seperti sindroma iritasi
usus dimana usus tidak dapat bekerja secara normal.
C.
Patofisiologi
Pada
dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan
elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan
sebagai berikut:
1. Diare
Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam
beberapa keadaan :
a. Intoleransi
makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang makan
berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus.
b. Waktu
pengosongan lambung yang cepat. Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke
lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan
cairan lambung dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien
yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi,
makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul
sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus
halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang
kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler.
Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal.
c. Defisiensi
enzim. Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah
enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi
monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel
epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu
lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada
orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua,
sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat
menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu,
sebaliknya orang Eropa senang minum susu.
d. Laksan
osmotic. Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke
lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris).
Beberapa karakteristik
klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut:
·
Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium
karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung
tinggi, karena itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus
diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
·
Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat
fermentasi karbohidrat oleh bakteri.
·
Diare berhenti bila pasien puasa. Efek
berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27
jam dan hanya diberikan cairan intravena.
2. Diare
sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi
peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu
diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare
s dalam plasma atau percepatan
cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui dinding usus selain
mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan
dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi.
Diare sekretorik pasif disebabkan
oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini
terjadi pada peninggian tekanan vena
mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
3. Diare
akibat gangguan absorpsi elektrolit
Diare jenis ini terdapat pada
penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena
adanya kerusakan di atas vili mukosa
usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.
4. Diare
akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering terjadi pada
sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid
sebagian juga disebabkan oleh hiperperistaltik.
5. Diare
eksudatif
Pada penyakit kolitif ulserosa,
penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa
menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan
serta mukus.
D.
Diagnosis
Diagnosis
didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian
tentang
a.
Riwayat diare sekarang
Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam,
BAK 6 jam
terakhir, tindakan yang telah
dilakukan.
b.
Riwayat diare sebelumnya
c.
Riwayat penyakit penyerta saat ini
d.
Riwayat Imunisasi
e.
Riwayat makanan sebelum diare
f.
Pemeriksaan laboratorium
·
Specimen feces : Plymorfonuklear leukosit sebagai
gambaran infeksi
·
ELISA : untuk mengkonfirmasi infeksi parasite
·
pH< 6 dan penurunan substansi menunjukan
malabsorbsi KH dan deficiency laktose sekunder.
·
Test urine : menentukan dehidrasi
·
Peningkatan Hmt, Hb, creatinin dan BUN umumnya
ditemukan pada DCA.
E. Terapi
Pengobatan penderita diare harus berdasarkan sasaran terapi
diare dan strategi terapi, antara lain :
Sasaran terapi :
·
Penyebab diare
·
Gejala diare
·
Resiko dehidrasi
Strategi terapi
:
·
Managemen diare
·
Pencegahan kelebihan air dan elektrolit, asam
basa
·
Mengurangi atau meniadakan gejala
·
Menghilangkan penyebab
·
Managemen penyakit sekunder penyebab diare
Tata laksana terapi
·
Pencegahan diare :
1) Menghindari
faktor penyebab
ü Terutama
kontaminasi oleh infeksi protozoa, bakteri dan virus
ü Diare
viral akut sering terjadi di tempat penitipan anak
ü Kontak
person-to-person dan makanan
2) Peningkatan
status kesehatan masyarakat
ü Sanitasi
dan higienisitas diperbaiki
ü Pola
hidup sehat
3) Monitoring
status atau kondisi pasien bila diare adalah efek sekunder penyakit yang lain
4) Penggunaan
obat
ü Untuk
pelancong ke daerah endemic
ü Antibiotika
dan bismuth subsalisilat
·
Terapi
non farmakologi :
1) Pengaturan
makanan
ü Menghentikan
konsumsi makanan pendukung diare (solid foods, poorly absorbed food, dll)
ü Makanan
harus diteruskan bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan
efek buruk pada gizi
2) Rehidrasi
Tujuan
dalam mengelola dehidrasi yang disebabkan oleh diare adalah untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) dan kemudian
mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan).
Kehilangan cairan dapat diganti baik secara oral maupun intravena. Cara
intravena biasanya hanya dibutuhkan untuk rehidrasi inisial penderita dehidrasi
berat.
Upaya Rehidrasi Oral (URO):
URO
berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit lain dan air) dilakukan oleh absorpsi
aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa atau asam amino. Proses ini
terus berfungsi normal selama diare sekretorik, meskipun jalan lain untuk
absorpsi natrium oleh usus rusak. Jadi bila penderita diare sekretorik minum
larutan garam isotonic yang tidak mengandung sumber glukosa atau asam amino,
natrium tidak akan diabsorpsi dan cairan tetap berada di dalam usus, ditambahkan
kedalam volume tinja penderita. Namun begitu, bila diberikan cairan isotonic
yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan glukosa natrium akan
terjadi dan hal ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain.
Proses ini dapat mengkoreksi kehilangan air dan elektrolit yang ada dan
mengganti kehilangan tinja selanjutnya pada kebanyakan penderita diare
sekretorik, tidak tergantung pada penyebab diare atau umur penderita.
Cairan rehidrasi oral (oralit):
·
Cairan ini mempunyai osmolaritas yang mirip,
atau kurang dari osmolaritas plasma yaitu sekitar 300 mosmol/l atau kurang
·
Konsentrasi natrium harus cukup untuk
mengganti kekurangan natrium secara efisien
pada anak atau dewasa dengan gejala klinik dehidrasi
·
Ratio glukosa terhadap natrium (dalam mmol/l)
harus paling tidak 1 : 1 untuk mencapai penyerapan natrium yang maksimal
·
Konsentrasi kalium harus sekitar 20 mmol/l
untuk mengganti kehilangan kalium dengan adekuat
·
Konsentrasi basa harus 10 mmol/l untuk sitrat
atau 30 mmol/l untuk bikarbonat, sehingga tepat untuk mengkoreksi asidosis
metabolic akibat diare, penggunaan trisodium sitrat, dihidrat lebih disukai
karena paket oralit menjadi lebih tahan lama (tidak mudah menjadi lengket)
URO tidak efektif untuk :
·
Pengobatan awal dehidrasi berat, karena
cairan harus segera diganti dengan cepat
·
Penderita ileus paraltikus dan perut kembung
·
Penderita yang tidak dapat minum
·
Penderita dengan muntah berat dan
berulang-ulang
·
Penderita malabsorpsi glukosa
Pengobatan intravena :
·
Cairan ringer laktat, larutan ini mengandung
konsentrasi natrium yang tepat dan cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat untuk memperbaiki asidosis metabolic. Namun demikian konsentrasi
kaliumnya rendah dan larutan ini tidak mengandung glukosa untuk mencegah
hipoglikemi
·
Garam faali/NaCl 0,9 %
·
Cairan D gana
·
Terapi farmakologi
1)
Kemoterapeutika
untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon.
Antibiotika tidak begitu
penting pada beberapa kasus diare infeksi ringan dan dapat sembuh
sendiri, penggunaan pada diare berat terbukti menurunkan durasi penyakit dan menurunkan
morbiditas, mencegah proses invasi infeksi dan penularan pathogen person to person, pemilihan obat berdasarkan mikroorganisme
penyebabnya.
Vibrio
cholera
|
Doksisiklin
300 mg; eritromisin 250-500 mg; tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari
|
Enterotoxigenic
E. coli
|
Norfloksasin
400 mg 2 kali sehari
|
C.
difficile
|
Metronidazol
250 mg 4 kali sehari; vankomisin 125 mg secara oral 4 kali sehari
|
Shigella
|
Trimetoprim-sulfametoksazol
DS; ofloksasin 300 mg; norfloksasin 400 mg atau siprofloksasin 500 mg 2 kali
sehari
|
Salmonella
|
Trimetoprim-sulfametoksazol
DS
|
ü
Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.
ü
Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
ü
Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
ü
Dioctahedral
smectite
Dioctahedral
smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in
vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin,
bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio
laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut.
2)
Obstipansia
untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan diare
dengan beberapa cara:
a)
Zat
penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air
dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan
loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
b)
Adstringensia
yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin) dan
tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.
c)
Adsorbensia,
misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi)
zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya
berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga musilago
zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu
lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang terdapat
antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam bismuth serta alumunium.
3)
Spasmolitik,
yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium.
4)
Enzim,
mekanisme enzim digesti karbohidrat untuk pasien diare akibat lactose
intolerance
5)
Mikroflora
usus, mekanisme mengembalikan fungsi normal usus dan menekan pertumbuhan
mikroorganisme pathogen sebagai pengganti mikroflora koloni.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diare
adalah Buang Air Besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai criteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut
dapat disertai lender dan darah.
Penyebab dari penyakit ini yaitu,
infeksi bakteri, infeksi firus, intoleransi makanan, parasit, reaksi obat, dan
penyakit inflamasi.
Pengobatan atau terapi penyakit
diare ini dapat dilakukan secara farmakologidan non farmakologi.
B.
Saran
Diare
merupakan salah satu penyakit yang tidak boleh diacuhkan. Karena penyakit ini menjadi
salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di
bawah lima tahun (balita). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan serta
pengobatan bagi penderita diare
berdasarkan sasaran terapi diare dan strategi terapi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://wwwagnesfeolistin.blogspot.com/2011/05/diare.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar