BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Besarnya
Tekanan Intra Kranial (TIK) sangat berhubungan dengan derajat hemoragik secara
klinik. TIK sangat bermanfaat dalam menentukan waktu terbaik untuk melakukan
pembedahan, memperkirakan dan mendeteksi pardarahan ulang dan menentukan
etiologi penurunan fungsi neurologi. Pemantauan tekanan intrakranial memudahkan
penggunaan berbagai obat dan tehnik penatalaksanaan lain seperti hiperventilasi
dan drainase cairan ventrikular secara kontinu atau parau permanen untuk
mengkompensasi kerusakan reapsorbsi cairan serebrospinal (CSS) (Lionel
Ginsberg, Neurologi, Hal 69).
Subarachnoid
Hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarakhnoid (PSA) menyiratkan adanya darah
didalam ruang subarakhnoid akibat beberapa proses patolgis. Penggunaan istilah
medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik, biasanya berasal
dari ruptur aneurisme berry atau arteriovenous malformation (AVM)/ Malformasi
ArterioVenosa (MAV). Insiden tahunan PSA anerurisme non-traumatik adalah 6-25
kasus per 100.000. Lebih dari 27.000 orang amerika menderita ruptur aneurisme
intrakranial setiap tahunnya. Insiden tahunan meningkat sesuai dengan usia dan
mungkin di anggap remeh karena kematian di hubungkan dengan penyebab lain yang
tidak bisa di pastikan dengan autopsi. Beragam insiden PSA telah di laporkan
pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per 100.000). Insidennya 62% perdarahan
subarakhnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa
terjadi pada usia berapa saja, tetapi lebih sering pada usia 25-50 tahun.
Perdarahan subarakhnoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Pada MAV
laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Epidemiologi:
Pendarahan
Subarakhnoid (PSA) menduduki 7-5% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran
Darah Otak(GPDO).
Usia
:insidensya, 62% PSA timbul pertama kali pada 40-60 tahun.
Kelamin
:pada Malformasi ArterioVenosa (MAV), laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
B. TUJUAN
PENULISAN
1) Tujuan
Intruksi Umum
Setelah
membahas makalah “Perdarahan Subaraknoid”, diharapkan mahasiswa mampu
menerapkan pengetahuan yang telah didapat dari makalah ini untuk mengetahui
segala hal dari Perdarahan Subaraknoid.
2) Tujuan
Intruksi Khusus
Setelah
membahas makalah dari perdarahan subarakhnoid, mahasiswa dapat :
a) Mengetahui
pengertian dari perdarahan subarakhnoid.
b) Mengetahui
etiologi dari perdarahan subarakhnoid.
c) Mengetahui
patofisiologi dari perdarahan subarakhnoid.
d) Mengetahui
tanda dan gejala dari perdarahan subarakhnoid.
e)
Mengetahui komplikasi dari perdarahan subarakhnoid.
f)
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari perdarahan subarakhnoid.
g)
Memahami asuhan keperawatan dari perdarahan subarakhnoid.
C. METODE
PENULISAN
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang menjelaskan
tentang Definisi Perdarahan Subaraknoid,Etiologi, Patofisiolgi, Tanda dan
Gejala, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang hingga Asuhan Keperawatan yang sesuai
untuk kasus Peredarahan Subaraknoid.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. DEFINISI
Penyebab
utama perdarahan subarakhnoid adalah pecahnya aneurisme intrakranial, kejadian
yang sangat penting sehubungan dengan ditemukan angiografi. (Harsono, Neurologi
Klinis, Hal; 93). Pendarahan Subarakhnoid (PSA) adalah keadaan terdapatnya atau
masuknya darah kedalam ruangan subarakhnoid. (Dr.Hartono, Kapita Selekta
Neurologi. Hal; 97). Pendarahan Subaraknoid (PSA) Terjadi akibat kebocoran
nontraumatik atau ruptur aneurisma kongenital pada circulus arteriorus
cerebralis atau yang lebih jarang akibat arteriovenosa. Gejalanya timbul dengan
onset mendadak antara lain adalah nyeri kepala hebat, kaku pada leher, dan
kehilangan kesadaran (Richard, Neuroanatomi Klinik, Hal; 24) Jadi, Perdarahan
Subarakhnoid (Subarachnoid Hemorrhage) adalah pecahnya aneurisme intrakranial
sehingga dapat menyebakan darah masuk ke dalam ruang subaraknoid. Manifestasi
dari PSA berupa nyeri kepala hebat, kaku pada leher dan hilangnya kesadaran
pada manusia. Perdarahan subarakhnoid biasanya berasal dari aneurisme yang
pecah atau malformasi vaskuler. Aneurisma (distensi abnormal dari pembuluh
lokal) mungkin bawaan (berry aneurisma) atau infeksi (aneurisma mikotik). Salah
satu komplikasi perdarahan subarachnoid, kejang arteri, dapat menyebabkan
infark. (Neuroanatomy. Hal: 45)
B. ETIOLOGI
1. Karena aneurisme pecah (50%).
Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993).
2. Pecahnya Malformasi ArterioVenosa (MAV)
(5%)
Terjadi
kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada sirkulasi arteri
serebral.
3. Penyebab yang lebih jarang
• Trauma
• Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi,
misalnya emboli septik dari endokarditis infektif (anaeurisma mikotik)
• Koagulupati
C. PATOFISIOLOGI
Aneurisme merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisme dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisme. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarakhnoid. Aneurisme kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran lingkaran wilis.
Aneurisme merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisme dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisme. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarakhnoid. Aneurisme kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran lingkaran wilis.
D. TANDA
DAN GEJALA
Tanda-tanda
dan gejala klinis :
- Gejala prodromal : nyeri kepala hebat
dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit kepala.
- Kesadaran sering terganggu, dan sangat
bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir sampai koma.
- Gejala/ tanda rangsangan: kaku kuduk,
tanda kernig ada.
- Fundus okuli: 10% penderita mengalami
edema-papil beberapa jam setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan .
Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a.
Komunikans anterior, atau a.karotis interna.
- Gejala-gejala neurologik fokal :
bergantung pada lokasi lesi.
- Gangguan fungsi saraf otonom : demam
setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila
dilihatkan hipotalamus. Begitu pun muntah, berkeringat, menggigil, dan
takikardi, ada hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus
peplitikum disertai hematemesis dan melena(stress ulcer), dan seringkali
disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan
pada EKG. (Dr.Hartono, Kapita Selekta Neurologi. Hal; 97).
Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut :
Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut :
Tingkat
I :asimtomatik
Tingkat
II :nyeri
kepala hebat tanpa defit neorologik kecuali paralisis nervi kraniales.
Tingkat
III :somnolen dan defisit
ringan
Tingkat
IV :stupor, hemiparesis
atau hemiplegia, dan mungkin ada regiditas awal dan gangguan vegetatif.
Tingkat
V :koma,
regiditas deserebrasi,dan kemudian meninggal dunia.
(Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Hal; 94-96)
(Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Hal; 94-96)
E. KOMPLIKASI
Pada
beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama
dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang
dipersulit oleh perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau
vasospasme. Perdarahan ulang dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 %
dan merupakan komplikasi segera yang paling memperhatinkan. (Michael I.
Greenberg, Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal: 45)
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
(Lionel
Ginsberg, Neurologi, Hal; 96-97)
Pada sebagian besar kasus, CT scan
kranial akan menunjukkan darah pada subarakhnoid.
Perdarahan kecil mungkin tidak tersedia
pada CT scan. Diperlukan fungsi lumbal untuk konfirmasi diagnosis.
Tidak ada kontraindikasi fungsi lumbal selama diyakini tidak ada lesi massa
dari pemeriksaan pencitraan dan tidak ada kelainan perdarahan.
Diagnosis perdarahan subarakhnoid dari
fungsil lumbal adalah darah yang terdapat pada ketiga botol dengan kekeruhan
yang sama, tidak ada yang lebih jernih. Supernatan cairan serebrospinal terlihat
berserabut halus atau berwarna kuning (xantokromia) hingga tiga jam setelah
perdarahan setelah karena adanya produk pemecahan hemoglobin.
Edema paru dan aritmia jantung dapat
terlihat dari rontgen dada dan EKG.
Gangguan perdarahan harus disingkirkan.
Kadang-kadang terjadi glikosuria.
G. PENATALAKSANAAN
Pasien
dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, termasuk kontrol tekanan darah dan tata laksana nyeri, sementara
menunggu perbaikan aneurisma defisit. Selain itu, pasien harus menerima
profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium untuk vasospasme. (Michael
I. Greenberg, Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal: 45) Perdarahan
subarahnoid akibat aneurisma memiliki angka mortalitas sangat tinggi 30-40%
pasien meninggal pada hari-hari pertama. Terdapat resiko perdarahan ulang yang
signifikan ,terutama pada 6 minggu pertama, dan perdarahan kedua dapat lebih
berat. Oleh karena itu, tata laksan ditujukan pada resusitasi segera dan
pencegahan perdarahan ulang. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal
tata laksana. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini
perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus sebagai akibat obstruksi aliran
cairan serebrospinal oleh bekuan darah. Komplikasi ini juga dapat terjadi pada
tahap lanjut (hidrosepalus komunikans). Jika pasien sadar atau hanya terlihat
mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan dengan angiogrrafi
serebral. Identifikasi aneurisma memungkinkan dilakukan sedini memungkinkan
dilakukannya intervensi jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin
membungkus (wropping)aneurisma tersebut. Waktu dan saran angiografi serta
pembedahan pada pasien dengan perdarahan subarahnoid yang lebih berat dan
gangguan kesadaran merupakan penilaian spesialitis, karena pasien ini mempunyai
prognosis lebih buruk dan toleransi operasi lebih rendah. Perdarahan lebih
rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki mortalitas lebih rendah
dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan dengan angiografi dan terapi
dilakukan dengan pembedahan, radio terapi atau neurologi intervensional.
Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya
epilepsi, biasanya tidak ditangani dengan pembedahan (Lionel Ginsberg,
Neurologi, Hal 69).
H. ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Pengumpulan
data adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita dan
sumber-sumber lain yan meliputi unsur bio psikososio spiritual yang komprehensif
dan dilakukan pada saat penderita masuk.
b. Keluhan
utama
Keluhan
utama penderita dengan CVA bleeding datang dengan keluhan kesadaran menurun,
kelemahan/kelumpuhan pada anggota badan (hemiparese/hemiplegi), nyeri kepala
hebat.
a) Riwayat penyakit sekarang
Adanya
nyeri kepala hebat atau akut pada saat aktivitas, kesadaran menurun sampai
dengan koma, kelemahan/kelumpuhan anggota badan sebagian atau
keseluruhan, terjadi gangguan penglihatan, panas badan.
b) Riwayat penyakit dahulu
Penderita
punya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah diderita oleh penderita
seperti DM, tumor otak, infeksi paru, TB paru.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Penyakit
keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit lain seperti
hipertensi dengan pembuatan genogram.
d.
Data biologis
a)
Pola nutrisi
Dengan
adanya perdarahan di otak dapat berpengaruh atau menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi karena mual muntah sehingga intake nutrisi kurang atau
menurun.
b) Pola eliminasi
Karena
adanya CVA bleeding terjadi perdarahan dibagian serebral atau subarochnoid, hal
ini dapat berpengaruh terhadap reflex tubuh atau mengalami gangguan dimana
salah satunya adalah hilangnya kontrol spingter sehingga terjadi inkonhnentia
atau imobilisasi lama dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
c) Pola istirahan dan tidur
Penderita
mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang meningkat
sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan tidur dan istirahat.
d) Pola aktivitas
Adanya
perdarahan serebral dapat menyebabkan kekakuan motor neuron yang berakibat
kelemahan otot (hemiparese/hemiplegi) sehingga timbul keterbatasan aktivitas.
e.
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan
umum
Keadaan
umum penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur tubuh mengalami
ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah atau keseluruhan lemah
adanya gangguan dalam berbicara kebersihan diri kurang serta tanda-tanda vital
(hipertensi)
b) Kesadaran
Biasanya
penderita dengan CVA bleeding terjadi perubahan kesadaran dari ringan
sampai berat, paralise, hemiplegi, sehingga penderita mengalami gangguan
perawatan diri berupa self toileting, self eating.
f. Data
Spikologis
a) Konsep
diri
Penderita
mengalami penurunan konsep diri akibat kecacatannya.
g. Data
social
a)
Hubungan social
Akibat
perdarahan intraserebral terjadi gangguan bicara, penderita mengalami gangguan
dalam berkomunikasi dan melaksanakan perannya.
b) Faktor sosio cultural
Peran
penderita terhadap keluarga menurun akibat adanya perasaan rendah diri akibat
sakitnya tidak dapat beraktifitas secara normal karena adanya kelemahan dan
bagaimana hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa .
h. Data
Spiritual
Penderita
mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadahnya karena adanya kelumpuhan.
i. Data penunjang
Penderita
mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang meningkat
sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan tidur dan istirahat.
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan kondisi klien yang
diobservasi di lapangan.kondisi ini bisa masalah-masalah aktual atau potensial.
Dengan menggunakan terminologi NANDA, masalah potensial tersebut dinyatakan
sebagai risiko.
3. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Klasifikasi
Intervensi Keperawatan (The Nursing Interventions Classification, NIC) bahwa
membuat intervensi harus punya prioritas yaitu merupakan intervensi yang paling
terlihat untuk mempengaruhi keputusan masalah, tetapi hal ini tidak berarti
bahwa intervensi tersebut merupakan satu-satunya intervensi yang harus
digunakan.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
Kasus:
Seorang
pasien wanita berusia 47 tahun mengeluh nyeri kepala mendadak yang hebat
setelah mengalami kecelakaan. Pada pemeriksaan pasien sadar dan tidak demam,
tetapi sangat kesakitan disertai kaku kuduk sedang dan fotofobia. Pasien muntah
satu kali. Tidak ada tanda-tanda neurologis fokal abnormal. CT-Scan awalnya
tampak normal. Pasien dipulangkan dengan diagnosis dugaan migrain (tidak ada
nyeri riwayat sebelumnya) dan diberi analgesik. 2 minggu kemudian pasien
mengalami episode penurunan kesadaran yang tidak diketahui sebabnya selama
waktu yang tidak dapat ditentukan pasien tinggal sendiri dan saat pasien sadar
ia tergeletak dilantai kamar mandi dan muntah. Dokter pribadinya merujuk
pasien ke RS lain untuk mendapat pendapat neurologis. saat pasien dilakukan pemeriksaan
di klinik neurologi, dipikirkan bahwa pasien sudah teralu terlambat untuk
mendapatkan pemeriksaan cairan serebrosponal untuk pemeriksaan adanya
xantokromia, walaupun ia datang secepat mungkin setelah dirujuk. Pemeriksaan
ct-scan ulang normal. Pada pasien segera dilakukan angiografi serebral yang
menunjukkan aneurisma arteri komunikans posterior kiri selanjutnya
dilakukan penjepitan aneurisma dan berhasil. (Lionel Ginsberg, Neurologi, Hal
69)
1. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Risiko peningkatan TIK b.d adanya
peningkatan volume intrakranial.
Perubahan perfusi jaringan otak yang b.d
perdarahan intraserebral
Defisit perawatan diri b.d kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran
2. INTERVENSI
Perubahan
perfusi jaringan otak yang b.d perdarahan intraserebral
INTERVENSI
RASIONAL
Berikan
penjelasan pada keluarga tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya. Keluarga
lebih berpartisipasi dalam roses penyembuhan. Baringkan klien dengan posisi
tidur telentang tanpa bantal. Perubahan pada tekanan intrakranial dapat
menyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak. Monitor tanda-tanda
neurologis dengan GCS Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi dan
hati-hati pada hipertensi sistolik Pada keadaan normal
autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara
fluktuasi. Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral
yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh
penurunan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi. Monitor input dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea
yang menurunkan intake peroral. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung Rangsangan aktifitas yang meningkat dapat
meningkatkan TIK. istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan.
3. IMPLEMENTASI
memberikan penjelasan pada keluarga tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
memberikan penjelasan pada keluarga tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
R:
keluarga menyimak dengan baik
H:
keluarga lebih tenang menghadapi musibah klien membaringkan klien dengan posisi
tidur telentang tanpa bantal
R: klien melakukan dengan kooperatif
H:
klien dapat berbaring dangan baik
memonitori
tanda-tanda neurologis dengan GCS
R:
klien mengikuti pemeriksaan dengan baik
H:
hasil pemeriksaan GCS 13
Memonitori
tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
R:
klien bersedia di periksa
H:
hasil pemeriksaan tidak ada yang abnormal
Memonitori
input dan output
R:
klien mau bercerita secara terbuka
H:
hanya muntah yang menjadi output tambahan
menciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R:
klien dan keluarga mau mengikuti intruksi
H:
klien tampak tenang
4. EVALUASI
S.O.A.P
S:
klien mengatakan tidak muntah dan tidak merasa pusing lagi.
O:
kesadaran klien tampak membaik dan tampak tenang
A: masalah
teratasi sebagian
P:
lanjutkan tindakan
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perdarahan
subarachnoid atau stroke hemorage merupakan penyakit dimana otak kehilangan
fungsinya akibat berhentinya suplai darah ke otak. Di unit gawat darurat,
penanganan diprioritaskan pada penanganan jalan napas, pola pernapasan dan
sirkulasi. Dengan dilakukan penanganan pada ABC tadi diharapkan kesembuhan
pasien, tidak terjadi kecacatan ataupun kematian.
B.
Saran
1) Perawat
yang bekerja di unit gawat darurat perlu memiliki keterampilan dalam penanganan
pasien dengan perdarahan subarachnoid.
2) Keluarga
yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat perdarahan subarachnoid dan
lainnya dapat segera memeriksakan diri secara teratur untuk mencegah terjadinya
stroke hemorage yang tidak tertolong.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartono. Kapita Selekta Neurologi. Gadjamada University Press. Yogyakarta.2009
Harsono.
Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: EGC. 2009. Hal; 94-96.
Greenberg,
Michael. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta:
Erlangga. 2004.
Snell,
Richard. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC. 2007 Hal 24.
Muttaqin,
Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008.
Ginsberg,
Lionel. Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga. 2008 Hal 69.
Waxman,
Stephen. 26th Edition Clinical Neuroanatomy. Mc Graw Hill Medical: America.
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar