BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Dewasa ini perilaku merokok bagi
sebagian besar masyarakat di indonesia masih dianggap sebagai perilaku yang
wajar, serta merupakan bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup, tanpa
memahami resiko yang dapat terjadi dan bahaya terhadap diri sendiri serta
masyarakat disekitarnya. Perilaku anak diusia remaja pada umumnya merupakan
suatu pengembangan jati diri, dimana anak usia remaja ingin diberikan kebebasan
dalam melakukan sesuatu yang mereka inginkan. Remaja lebih sering diistilahkan
sebagai masa adolescence, yang banyak mencakup arti yang luas, dalam hal ini
kematangan mental, emosional dan fisik sangat mempengaruhi perkembangannya.
Menurut Al-Mighwar dalam Adhayanti
(2007) bahwa pada masa remaja, mereka mulai merentangkan sayapnya dengan
berbagai impian dan pada dasarnya mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar,
maka anak diusia remaja cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari
dan pengaruh lingkungan sekitar mereka bergaul.
Berbagai penelitian ilmiah telah
membuktikan bahwa rokok merupakan salah satu faktor resiko utama dari penyakit
jantung, kanker, penyakit paru kronis, diabetes mellitus dan penyakit lainnya
seperti impotensi.
Tingkat penyebaran perokok terdapat
juga paling tinggi pada usia anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa.
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun (Kemenkes RI, 2012). Pola asuh adalah salah satu faktor
yang secara signifikan turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal
ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama
dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan
manapun (Agus, 2012). Diketahui bahwa pola asuh yang dilakukan secara tepat
oleh orang tua terkait dengan memberikan pengasuhan, perhatian, dan memberikan
pengaruh positif pada remaja sangat penting sehingga mereka tidak melakukan
perilaku merokok (Erine, 2012).
Usia remaja identik juga dengan masa
pergaulan. Pada masa ini biasanya mereka mulai tidak bergantung terhadap
keluarga sebaliknya lebih memilih melakukan apa yang mereka inginkan. Maka yang
harus lebih ditekankan dalam hal ini ialah pola asuh orang tua, pola asuh orang
tua merupakan salah satu aspek terpenting yang secara signifikan turut
membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal ini didasari bahwa pendidikan
dalam keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama bagi anak, yang tidak
bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Pola asuh yang kurang baik
dalam keluarga akan menimbulkan prilaku yang menyimpang pada anak usia remaja,
salah satu yang sering dilakukan oleh sebagian para remaja adalah dengan
merokok, para anak remaja menganggap dengan menggunakan zat berbahaya tersebut,
remaja cenderung merasa lebih percaya diri
Menurut World Health Organization
(WHO) jumlah perokok di Indonesia yaitu terbesar ketiga di dunia dengan jumlah
perokok terbesar di dunia setelah China dan India.Pada tahun 2007, Indonesia menduduki posisi peringkat ke-5
konsumen rokok terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Pada
tahun 2007 yang sama juga.Dan jumlah kematian akibat kebiasaan merokok mencapai
400 ribu orang per tahun (Kemenkes RI, 2012). secara nasional kelompok usia
yang pertama kali merokok di mulai pada usia 15-19 tahun. Data tersebut juga
menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,9%)
dibandingkan perempuan (4,2%).
Di Indonesia prevalensi merokok pada
usia 15 tahun ke atas yakni pria 63,15% (naik 1,4% dibandingkan tahun 2001) dan
wanita 4,5 % ( tiga kali lipat di
bandingkan tahun 2001). Secara nasional prevalensiperokok tahun 2010 sebesar
34,7%, Provinsi Maluku Utara berada pada posisi ke tiga (40,8%) setelah
Kalimantan Tengah (43,2%) dan Nusa Tenggara Timur ( 41,2%). Menurut provinsi,
prevalensi penduduk yang mulai merokok pada umur 15-19 tahun tertinggi dijumpai
diprovinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 51,95% (Riskesdas, 2010).
Peningkatan jumlah perokok semakin
memprihatikan, tingkat penyebarannya bukan hanya pada orang dewasa tetapi juga
terdapat paling tinggi pada anak dan remaja. Kebiasaan merokok yang dilakukan
sebagian para remaja memang pada umumnya akan mengalami ketergantungan sesuai
dengan frekuensi dan intensitas merokok dari remaja tersebut. Dalam hal ini
perilaku merokok yang dilakukan anak dengan usia remaja merupakan suatu
tindakan negatif yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan serta pola pikir
remaja tersebut. Menurut Komalasari dan Helmi (2000) bahwa ada banyak alasan
yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja, antara lain mencontoh orang
tua, mencontoh teman sebaya, dan juga pola asuh orang tua. Tetapi sejalan
dengan hal itu juga Theodorus dalam Komalasari dan Helmi (2000) menyatakan
bahwa anak tidak serta merta merokok karena mencontoh perilaku merokok orang
lain. Namun, anak yang bersangkutan merokok karena memperoleh penguatan dan
pengukuhan atas perilaku merokok melalui ketiadaan hukuman dari orang tua untuk
perilaku yang bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar yang
menyatakan bahwa sebuah perilaku akan bertahan apabila mendapat penguatan.
Ketiadaan teguran dan hukuman dari orang tua terkait dengan perilaku merokok
anak akan dianggap sebagai suatu bentuk pengukuhan atas perilaku merokoknya
sehingga perilaku merokok tersebut tetap dijalankan (Taylor, Peplau, &
Sears, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh
Ariani (2006) pada siswa SMA dan SMK di Kecamatan Bogor Barat, disimpulkan
bahwa karakteristik remaja dan keluarga serta pola asuh keluarga sangat
berhubungan dengan perilaku remaja khususnya merokok. Hasil penelitian tersebut
juga didukung oleh penelitian yang di lakukan oleh Erine (2012) di Desa Cendono
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan jumlah sampel 86 orang yang hasilnya
terdapat hubungan yang signifikan antara
pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki dengan nilai
p-value 0,000. Demikian juga penelitian yang telah di lakukan Husniyatur (2013)
di SMK Nasional Malang bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan
remaja yang salah satunya adalah perilaku merokok dengan nilai signifikasi
0.000. Kelurahan Tanah Raja merupakan salah satu wilayah kerja dari Puskesmas
Kota Ternate yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 294 kepala
keluarga (KK) dengan jumlah anak laki-laki usia 15-17 tahun sebanyak 43 orang. Hasil
survey tahun 2012 yang di lakukan oleh petugas promosi kesehatan (Promkes)
Puskesmas Kota Ternate didapatkan bahwa Kelurahan Tanah Raja merupakan
Kelurahan dengan jumlah perokok tertinggi diwilayah kerja Puskesmas Kota
Ternate, dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 KK di dapatkan bahwa 17
KK berperilaku merokok. Hasil survey petugas Promkes dari 17 KK tersebut,
sebanyak 15 KK dengan anak laki-laki yang berusia 15-20 tahun juga berperilaku
merokok.Sarwono (2009) di Desa Waluyorejo Kabupaten Kebumen, dengan jumlah
sampel 83 remaja, yang hasilnya terdapat hubungan antara peran orang tua dengan
perilaku merokok pada remaja lakilaki. Hasil penelitian tersebut juga didukung
oleh penelitian yang di lakukanoleh Ana (2013) pada remaja putra di
Karanganyar, disimpulkan bahwa kebiasaan merokok pada remaja sebagian besar
dipengaruhi oleh faktor orang tua, lingkungan, teman sebaya, iklan,
faktorfaktor psikologis dan biologis yaitu perasaan ketergantungan terhadap zat
yang berbahaya tersebut. Perilaku merokok memang pada dasarnya telah menjadi
suatu kebiasaan yang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Dampak negatif yang di timbulkan dari merokok pun telah banyak di beritahukan,
tetapi tetap saja tidak dihiraukan. Salah satu dampak yang beresiko merugikan
bagi kesehatan bila mengkomsumsi rokok yaitu dapat terkena penyakit jantung
koroner, kanker, penyakit paru kronis, diabetes mellitus, hipertensi dan
penyakit lainnya seperti impotensi dan gangguan kehamilan pada wanita (Ernest,
2001). Tetapi sejalan dengan hal
tersebut, rokok juga memiliki sisi positif yang berdampak bagi perekonomian
Indonesia, contohnya seperti membantu pemerintah Indonesia mengurangi angka pengangguran
dengan mendirikan perusahaan rokok, dan selain itu juga rokok dijadikan sebagai
salah satu penghasilan cukai tertinggi yang menguntungkan bagi perekonomian
Indonesia. Namun, ada hal yang berpengaruh negatif bagi perekonomian Indonesia
yaitu dimana tingginya angka masyarakat miskin yang masih mengkomsumsi rokok
yang tak tertanggulangi. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan
bahwa prevalensi perokok usia ≥ 15 tahun per provinsi, jumlah perokok di
Sulawesi Utara adalah 36,2% dengan jumlah perokok setiap hari 29,1% dan perokok
kadang-kadang berjumlah 7,1%. Pada Sulawesi Utara prevalensi penduduk umur ≥ 15
tahun yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 1-10 batang per hari yaitu
61,0%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 11-20 batang per hari yaitu
32,8%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 21-30 batang per hari yaitu
3,1%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata > 31 batang per hari yaitu
3,0% (Riskesdas, 2013).
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Apakah
hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja?
1.3.
Tujuan
Penulisan
1)
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui
hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja
2) Tujuan
Khusus
Idetifikasi
hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja.
1.4.
Manfaat
Penulisan
1) Manfaat
bagi anak laki-laki, Penelitian ini di harapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
tentang bahaya rokok.
2) Manfaat
bagi orang tua, Memberikan gambaran kepada orang tua tentang pentingnya peranan
pola asuh terhadap perilaku anaknya,
3) Manfaat
untuk para medis, Sebagai bahan yang dapat digunakan untuk penelitian lebih
lanjut, Instansi kesehatan,
4) Manfaat
bagi penulis, Memberikan pengalaman baru bagi peneliti sendiri, dan
5) Manfaat
bagi pendidikan, Di harapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih luas di
bidang keperawatan anak.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola berarti susunan, model,
bentuk, tata cara, gaya dalam melakukan sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti,
membina interaksi dan komunikasi secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh
dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu
kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Krisnawati
dalam Ebin, 2005:8). Berdasarkan kedua pengertian ini maka pola asuh dapat
diartikan sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam
berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Dalam kegiatan memberikan
pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin,
hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap,
perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh
anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi,
kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Godam, 2008:64). Mengasuh
anak orang tua tidak hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan
pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak
(Riyanto, 2002).
2.2. Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku merokok
adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap
rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok
dan dapat diamati secara langsung. Sedangkan menurut Istiqomah merokok adalah
membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan
pipa. Temparatur sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius
untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang
terselip di antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).
2.3 Pengertian Rokok
Rokok
adalah hasil olahan tembakau terbungkus yang mengandung nikotin dan tar dengan
atau tanpa bahan tambahan. (Sitopoe, 2000). Rokok adalah silinder dari kertas
berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan
diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
(Wikipedia, 2008).
BAB
III
KERANGKA
KONSEPTUAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel
dependen
Pola
Asuh Orang Tua
Demokratis Perilaku Meroko
Pada Anak Remaja
Otoriter
Permitif
Struktur Variabel:
Variabel Independen: Pola Asuh Orang Tua
Variabel Dependen: Perilaku Merokok Pada Anak Remaja
3.2. Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak
Remaja.
H1 : Ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan perilaku pada anak remaja.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel
penelitiannya adalah:
1)
Variabel Independen (bebas) : Hubungan
pola asuh orang tua
2)
Variabel Dependen (terikat) : Perilaku merokok pada anak remaja
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. Pola Asuh Orang Tua
Dalam kegiatan memberikan
pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin,
hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap,
perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh
anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi,
kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Godam, 2008:64). Mengasuh
anak orang tua tidak hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan
pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak
(Riyanto, 2002).
4.1.1. Bentuk Pola Asuh
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan
kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan
unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan
benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia
masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil belajar
makan, belajar kebersihan, disiplin, belajar bermain dan bergaul dengan anak
lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk
kepribadian dan perilaku kesehatan anak sejak dari kecil sampai anak menjadi
dewasa. Apabila polapola yang diterapkan orang tua keliru, maka yang akan
terjadi bukannya perilaku yang baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku
anak. Tarmizi (2009) dan Ira Pentrato
(2006) menjelaskan pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan
pada anak dan bersifat relatip konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini
dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind
(1967) (Ira Pentrato 2006), terdapat 3 macam pola asuh orang tua antara lain:
demokratis, otoriter, permisif.
4.1.1.1. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis yaitu pola asuh
yang memprioritaskan kepentingan anak, dan tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat.
4.1.1.2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung
menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman. Misalnya, “kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak
bicara”. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang
tua tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini
tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
4.1.1.3. Pola Asuh Primitif
Pola
asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar.
Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan
oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga
seringkali disukai oleh anak.
4.1.2. Dampak Pola Asuh
Ira
Petranto (2006:4) menguraikan dampak pola asuh pada anak adalah dapat
dikarakteristikkan sebagai berikut:
1) Pola
asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang
lain.
2) Pola
asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam,
tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma,
berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
3) Pola
asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif,
tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri,
dan kurang matang secara sosial.
Dari
karakteristik-karakteristik tersebut bisa kita lihat, bahwa harga diri anak
yang rendah terutama adalah karena pola
asuh orang tua yang permisif.
4.2. Perilaku Merokok Pada Anak
Remaja
Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi
oleh faktor stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus
eksternal. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena
adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku
merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor
lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk (2003)
menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup
asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku
merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini
merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai
perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus
rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan
akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan
sebagai aktivitas subjek yang berhubungan
dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui
intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan
sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).
Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku
merokok menurut (Bustan, M.N., 2000)
rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atu asap utama
pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perokok aktif (active smoker) adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri
sendiri maupun lingkungan sekitar.
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh
seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok
pasif dari pada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya
terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok
yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali
lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung
tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).
Sedangkan menurut (Mu’tadin, 2002) perilaku merokok
berdasarkan intensitas merokok membagi jumlah rokok yang dihisapnya setiap
hari, yaitu:
a) Perokok
sangat berat adalah perokok yang mengkomsumsi rokok sangat sering yaitu merokok
lebih 31 batang tiap harinya dengan selang merokok lima menit setelah bangun
tidur pagi hari.
b) Perokok
berat adalah perokok yang menghabiskan 21-30 batang rokok setiap hari dengan
selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari.
c) Perokok
sedang adalah perokok yang mengkomsumsi rokok cukup yaitu 11-21 batang per hari
dengan selang waktu 31-60 menit mulai bangun tidur pagi hari.
d) Perokok
ringan adalah perokok yang mengkomsumsi rokok jarang yaitu sekitar 10 batang
per hari dengan selang waktu 60 menit dari bangun tidur pagi.
Menurut Tomkins cit Wismanto dan Sarwo (2007) ada 4
tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe
tersebut adalah :
a) Tipe
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang
merasakan penambahan rasa yang positif. Dalam hal ini dibagi dalam 3 sub tipe:
1) Pleasure
relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan
yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
2) Stimulation
to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan
perasaan.
3) Pleasure
of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok.
Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk
mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan
waktu beberapa menit saja atau perokok lebih senang berlama-lama memainkan
rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum dia menyalakan dengan api.
b) Perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok
untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah,
rokok dianggap sebagai penyelamat.
c) Perilaku
merokok yang adiktif (psychological addiction). Bagi yang sudah adiksi, akan
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok,
walau tengah malam sekalipun.
d) Perilaku
merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali
bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar
sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu
perilaku yang bersifat otomatis.
4.2.1 Tahap-tahap Perilaku Merokok
Laventhal dan Clearly cit Pitaloka
(2006) mengungkapkan empat tahap dalam perilaku merokok, yaitu :
a)
Tahap Preparatory Seseorang mendapatkan
gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat,
atau dari hasil bacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok.
b)
Tahap Initiation Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
c)
Tahap Becoming A Smoker Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok
sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi
perokok.
d)
Tahap Maintaining Of Smoking Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan
untuk memperoleh efek yang menyenangkan.
4.2.2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok
Menurut Komalasari dan Helmi (2000),
perilaku merokok selain disebabkan dari faktor dalam diri (internal) juga
disebabkan faktor dari lingkungan (eksternal).
a)
Faktor Diri (internal) Orang mencoba
untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa
sakit dan kebosanan. Merokok juga memberi image bahwa merokok dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan. Individu juga merokok
dengan alasan sebagai alat menghilangkan stres (Nasution, 2007). Remaja mulai
merokok berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada
perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya
(Komalasari dan Helmi, 2000).
b)
Faktor Lingkungan (eksternal) Menurut
soetjiningsih (2004), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku merokok
remaja adalah keluarga atau orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang
merokok, dan iklan rokok.
1) Orang
Tua
Perilaku remaja memang sangat menarik
dan gaya mereka pun bermacam-macam. Ada yang atraktif, lincah, modis, agresif
dan kreatif dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga remaja yang suka
hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja, remaja memulai berjuang melepas
ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga
dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga
yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua sangat berperan pada
masa remaja, salah satunya adalah pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh
pada perilaku remaja. Pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan
perilaku yang menyimpang seperti
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan
lain-lain (Depkes RI, 2005).
2)
Teman Sebaya
Pengaruh kelompok sebaya terhadap
perilaku beresiko kesehatan pada remaja dapat terjadi melalui mekanisme peer
sosialization, dengan arah pengaruh berasal kelompok sebaya, artinya ketika
remaja bergabung dengan kelompok sebayanya maka seorang remaja akan dituntut
untuk berperilaku sama dengan kelompoknya, sesuai dengan norma yang
dikembangkan oleh kelompok tersebut (Mu’tadin, 2002). Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama
mereka, karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia,
jenis kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat
berpengaruh kuat dalam pemilihan teman. (Yusuf, 2006).
3)
Iklan Rokok
Banyaknya iklan rokok di media cetak,
elektronik, dan media luar ruang telah mendorong rasa ingin tahu remaja tentang
produk rokok. Iklan rokok mempunyai tujuan mensponsori hiburan bukan untuk
menjual rokok, dengan tujuan untuk mengumpulkan kalangan muda yang belum
merokok untuk mencoba merokok dan setelah mencoba merokok akan terus
berkelanjutan sampai ketagihan (Istiqomah, 2004).
Menurut Hansen dalam Wismanto dan Budi
(2007), mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu:
1) Faktor
Psikologis
Individu merokok untuk mendapatkan
kesenangan, kenyamanan, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk
mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok yang bergaul
dengan perokok lebih sulit untuk berhenti merokok, daripada perokok yang
bergaul atau lingkungan sosialnya menolak perilaku merokok.
2)
Faktor Biologis
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa
semakin tinggi kadar nikotin dalam darah, maka semakin besar pula
ketergantungan seorang terhadap rokok.
Menurut Baradja (2008), mengungkapkan
faktor-faktor penyebab merokok dapat dibagi dalam beberapa golongan sekalipun
sesungguhnya faktor-faktor itu saling berkaitan satu sama lain :
1)
Faktor Genetik
Beberapa studi menyebut faktor genetik
sebagai penentu dalam timbulnya perilaku merokok dan bahwa kecenderungan
menderita kanker, serta tendensi untuk merokok adalah faktor yang diwarisi
bersama-sama. Studi menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh
genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan memiliki
pola kebiasaan merokok yang sama bila dibandingkan dengan kembar non-identik.
Akan tetapi secara umum, faktor genetik ini kurang berarti bila dibandingkan
dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku merokok yang akan timbul.
2)
Faktor Kepribadian (personality)
Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe
kepribadian perokok. Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang
cukup besar antara pribadi orang yang merokok dan yang tidak. Oleh karena itu
tes-tes kepribadian kurang bermanfaat dalam memprediksi apakah seseorang akan
menjadi perokok. Lebih bermanfaat adalah pengamatan dan studi observasi
dilapangan. Anak sekolah yang merokok menganggap dirinya, seperti orang lain
juga memandang dirinya, sebagai orang yang kurang sukses dalam pendidikan.
Mereka biasanya memiliki prestasi akademik kurang, tanpa minat belajar dan
kurang patuh pada otoritas. Asosiasi ini sudah secara konsisten ditemukan sejak
permulaanabad ini. Dibandingkan dengan yang tidak merokok, mereka lebih impulsif,
haus sensasi, gemar menempuh bahaya dan risiko dan berani melawan penguasa.
Mereka minum teh dan kopi dan sering juga menggunakan obat termasuk alkohol.
Mereka lebih mudah bercerai, beralih pekerjaan, mendapat kecelakaan lalulintas,
dan enggan mengenakan ikat pinggang keselamatan dalam mobil. Banyak dari
perilaku ini sesuai dengan sifat kepribadian extrovert dan antisosial yang
sudah terbukti berhubungan dengan kebiasaan merokok.
3)
Faktor Kejiwaan (psikodinamik)
Dua teori yang paling masuk akal adalah
bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan
oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tak nyata. Ahli lainnya
berpendapat bahwa merokok adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak
dipenuhi semasa bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok
pada mereka yang sedang mencoba berhenti merokok.
4)
Faktor Sensorimotorik
Buat sebagian perokok, kegiatan merokok
itu sendirilah yang membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial atau
farmakologiknya. Sosok sebungkus rokok, membukanya, mengambil dan memegang
sebatang rokok, menyalakannya, mengisap, mengeluarkan sambil mengamati asap
rokok, aroma, rasa dan juga bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan
ini. Dalam suatu penelitian ternyata lebih dari 11 persen menganggap
aspek-aspek ini penting buat mereka.
5)
Faktor Farmakologis
Nikotin mencapai otak dalam waktu
singkat, mungkin pada menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat
kompleks. Pada dosis sama dengan yang didalam rokok, bahan ini dapat
menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi jugarelaksasi di sisi
lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi tubuh seseorang,
tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh karena itu bila kita sedang
marah atau takut, efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau
bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat. Dalam pengertian ini
nikotin berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalan situasi stress
.
4.3.
Rokok
4.3.1. Komposisi Rokok
Satu-satunya negara di dunia yang
menghasilkan rokok dengan bahan baku tembakau dan cengkeh hanyalah indonesia,
dengan sebutan rokok kretek dengan perbandingan tembakau dan cengkeh adalah 60
: 40. Sedangkan pembungkusannya, rokok digulung dengan berbagai jenis
pembungkus, ada yang menggunakan kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih,
daun nipah, pelepah tongkol jagung atau disebut rokok klobot, dan dengan
tembakau sendiri disebut rokok cerutu. Lapisan pembungkus rokok kretek dibuat
dua lapis sehingga minyak cengkih ditahan oleh lapisan paling dalam, sedangkan
pembungkus lapisan luar tidak tembus oleh minyak cengkeh sehingga warna rokok
tetap putih. Rokok biasanya terdiri dari rokok dengan atau tanpa filter. Filter
digunakan untuk menyaring bahanbahan yang berbahaya yang didalam asap rokok
yang dihisap (Sitepoe, Mangku, 2000).
4.3.2. Racun Pada Rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan
setidaknya 2000 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama
pada rokok, yaitu:
a. Nikotin
Nikotin adalah zat
adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat
karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Komponen ini
terdapat didalam asap rokok dan juga didalam tembakau yang tidak dibakar.
Nikotin diserap melalui paruparu dan kecepatan absorpsinya hampir sama dengan
masuknya nikotin secara intravena. Nikotin masuk kedalam otak dengan cepat
dalam waktu kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier diotak dan diedarkan
keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah beredar keseluruh
bagian tubuh dalam waktu 15- 20 menit pada waktu penghisapan terakhir
(Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).
b. Tar
Tar adalah hidrokarbon
aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen,
yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam asap
rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan
organik lain yang terbakar (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007)
c. Karbon
monoksida (CO)
Karbon monoksida adalah gas yang
bersifat toksin/ gas beracun yang tidak berwarna, zat yang mengikat hemoglobin
dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Kandungannya di dalam
asap rokok 2-6%. Karbon monoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat dengan
hemoglobin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat dari pada daya ikat oksigen (O2)
dengan hemoglobin (Hb). membuat darah tidakmampu mengikat oksigen (Pemerintah
RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).
4.3.3. Dampak Rokok Pada Remaja
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya
untuk kesehatan, diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang
bersifat karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20 mg nikotin, yang
setelah dibakar 25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun, jumlah kecil ini
hanya membutuhkan waktu 15 detik untuk sampai ke otak.
Dengan merokok mengurangi jumlah sel-sel
berfilia (rambut getar), menambah sel lendir sehingga menghambat oksigen ke
paru-paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker dibandingkan
mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Zulkifli, 2008).
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh
kebiasaan menghisap rokok yang mungkin saja tidak terjadi dalam waktu singkat
namun memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya antara
lain:
1)
Impotensi
Merokok
dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang
sehingga tidak terjadi ereksi.
2)
Osteoporosis
Karbon
monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok
sebesar 15 persen, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah
dan membutuhkan waktu 80 persen lebih
lama untuk penyembuhan.
3)
Pada Kehamilan
Merokok
selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan
resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Resiko keguguran pada wanita perokok
2-3 kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan
kadar oksigen.
4)
Jantung koroner
Penyakit
jantung adalah salah satu penyebab kematian utama di indonesia. Sekitar 40
persen kematian akibat serangan jantung yang terjadi sebelum umur 65 tahun
buasanya berhubungan dengan kebiasaan merokok.
5)
Sistem Pernapasan
Kerugian jangka
pendek sistem pernapasan akibat rokok adalah kemampuan rokok untuk membunuh sel
rambut getar (silia) di saluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis,
iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker paru, emphycema
atau hilangnya elasitas paru-paru, dan bronkitis kronis.
4.4. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku
Merokok Pada Anak
Remaja
Penerapan
pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan, tidak memberikan
kebebasan pada anak untuk berpendapat akan membuat anak tertekan, marah dan
kesal kepada orang tuanya, akan tetapi anak tidak berani mengungkapkan
kemarahannya itu dan melampiaskan kepada hal lain berupa perilaku merokok.
Berdasarkan penelitian orang tua yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada
anak, kontrol yang minim apalagi dengan anak usia remaja 15-17 tahun yang
merupakan fase remaja pertengahan dengan penuh gejolak jiwa dapat menyebabkan
penyimpangan perilaku pada anak, yang salah satunya perilaku merokok. Pola asuh
permisif yang cenderung memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat apa saja,
dapat berpotensi membuat anak menjadi bingung dan salah arah dalam berperilaku
(Agus, 2012).
Agus
(2012) mengemukakan bahwa mengasuh anak secara demokratis lebih baik dari pada
otoriter dan permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis
memberikan bimbingan yang sesuai dengan perkembangan anak. Namun berbeda dengan
hasil penelitian, anak dengan pola asuh demokratis yang berperilaku merokok.
Hal tersebut terjadi karena selain faktor pola asuh yang tepat terdapat
faktor-faktor lain yang mempengaruhi anak untuk berperilaku merokok, antara
lain dukungan keluarga, teman sebaya, dan media sosial. Keluarga dengan
perilaku merokok dapat membuat anak remaja juga berperilaku merokok, karena
remaja cenderung meniru perilaku dari orang yang bermakna terutama keluarga.
Banyaknya
iklan rokok pada berbagai media sosial yang menarik perhatian juga dapat
mempengaruhi anak untuk cenderung coba-coba merokok hingga menjadi ketagihan
untuk berperilaku merokok.
Hal
tersebut sesuai dengan teori Mubbarak (2007) perilaku kesehatan seseorang
ditentukkan oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan atau
keyakinan, dan nilai-nilai, faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam
lingkungan serta faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Pola
berarti susunan, model, bentuk, tata cara, gaya dalam melakukan sesuatu.
Sedangkan mengasuh berarti, membina interaksi dan komunikasi secara penuh
perhatian sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa serta
mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat (Krisnawati dalam Ebin, 2005:8).
Perilaku
merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut
terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk merokok dan dapat diamati secara langsung.
Jadi
pola asuh rang tua mempengaruhi perilaku merokok anak remaja
5.2.
Saran
1. Bagi
ilmu pengetahuan
Kiranya dapat memberikan informasi dan meningkatkan
pengetahuan
DAFTAR
PUSTAKA
Adhayanti, R. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok. Universitas Brawijaya.
Malang Ahyar. 2010. Health Promotion Model.
Agus, W. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini.
Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Aziz, A. A. H. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak. Jakarta: Salemba Medika
Arina, U. A. (2011). Hubungan Antara Dukungan Orang
Tua, Teman Sebaya Dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki
Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Edisi 1.
Volume 8. Jakarta.
Aziz, A. A. H., & Musrifatul, U. (2012). Buku
Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku kedokteran ECG
Ana (2013). Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok
Pada Remaja (http://ejurnal.mithus.ac.id/index.php/ maternal/article/view/238).
Diakses tanggal 19 September 2014; pukul 19.00 Wita.
Agus, R. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Hernanta, I. (2013). Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang
Neurosains. Yogyakarta: D-Medika.
Heru, S. K. & Yasril. (2013). Teknik Sampling
Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan.
(Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno)
Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Komalasari, D. & Helmi, A. F. (2000).
Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi
Universitas Gadjah Mada, 2, 1-11.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Pusat
Promosi Kesehatan, (2011). Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok 2010. Hal.
10-13. Jakarta.
Mulyanti, S. (2013). Perkembangan Psikologi Anak.
Yogyakarta: Laras Media Prima.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas,
Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar