Kamis, 16 April 2015

Jurnal pola asuh orang tua pada anak merokok

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
            Dewasa ini perilaku merokok bagi sebagian besar masyarakat di indonesia masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup, tanpa memahami resiko yang dapat terjadi dan bahaya terhadap diri sendiri serta masyarakat disekitarnya. Perilaku anak diusia remaja pada umumnya merupakan suatu pengembangan jati diri, dimana anak usia remaja ingin diberikan kebebasan dalam melakukan sesuatu yang mereka inginkan. Remaja lebih sering diistilahkan sebagai masa adolescence, yang banyak mencakup arti yang luas, dalam hal ini kematangan mental, emosional dan fisik sangat mempengaruhi perkembangannya.
            Menurut Al-Mighwar dalam Adhayanti (2007) bahwa pada masa remaja, mereka mulai merentangkan sayapnya dengan berbagai impian dan pada dasarnya mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka anak diusia remaja cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan pengaruh lingkungan sekitar mereka bergaul. 
            Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa rokok merupakan salah satu faktor resiko utama dari penyakit jantung, kanker, penyakit paru kronis, diabetes mellitus dan penyakit lainnya seperti impotensi.
            Tingkat penyebaran perokok terdapat juga paling tinggi pada usia anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun  (Kemenkes RI,  2012). Pola asuh adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun (Agus, 2012). Diketahui bahwa pola asuh yang dilakukan secara tepat oleh orang tua terkait dengan memberikan pengasuhan, perhatian, dan memberikan pengaruh positif pada remaja sangat penting sehingga mereka tidak melakukan perilaku merokok (Erine, 2012). 
            Usia remaja identik juga dengan masa pergaulan. Pada masa ini biasanya mereka mulai tidak bergantung terhadap keluarga sebaliknya lebih memilih melakukan apa yang mereka inginkan. Maka yang harus lebih ditekankan dalam hal ini ialah pola asuh orang tua, pola asuh orang tua merupakan salah satu aspek terpenting yang secara signifikan turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Pola asuh yang kurang baik dalam keluarga akan menimbulkan prilaku yang menyimpang pada anak usia remaja, salah satu yang sering dilakukan oleh sebagian para remaja adalah dengan merokok, para anak remaja menganggap dengan menggunakan zat berbahaya tersebut, remaja cenderung merasa lebih percaya diri
            Menurut World Health Organization (WHO) jumlah perokok di Indonesia yaitu terbesar ketiga di dunia dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India.Pada tahun 2007,  Indonesia menduduki posisi peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Pada tahun 2007 yang sama juga.Dan jumlah kematian akibat kebiasaan merokok mencapai 400 ribu orang per tahun (Kemenkes RI, 2012). secara nasional kelompok usia yang pertama kali merokok di mulai pada usia 15-19 tahun. Data tersebut juga menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan perempuan (4,2%).
            Di Indonesia prevalensi merokok pada usia 15 tahun ke atas yakni pria 63,15% (naik 1,4% dibandingkan tahun 2001) dan wanita    4,5 % ( tiga kali lipat di bandingkan tahun 2001). Secara nasional prevalensiperokok tahun 2010 sebesar 34,7%, Provinsi Maluku Utara berada pada posisi ke tiga (40,8%) setelah Kalimantan Tengah (43,2%) dan Nusa Tenggara Timur ( 41,2%). Menurut provinsi, prevalensi penduduk yang mulai merokok pada umur 15-19 tahun tertinggi dijumpai diprovinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 51,95% (Riskesdas, 2010).
            Peningkatan jumlah perokok semakin memprihatikan, tingkat penyebarannya bukan hanya pada orang dewasa tetapi juga terdapat paling tinggi pada anak dan remaja. Kebiasaan merokok yang dilakukan sebagian para remaja memang pada umumnya akan mengalami ketergantungan sesuai dengan frekuensi dan intensitas merokok dari remaja tersebut. Dalam hal ini perilaku merokok yang dilakukan anak dengan usia remaja merupakan suatu tindakan negatif yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan serta pola pikir remaja tersebut. Menurut Komalasari dan Helmi (2000) bahwa ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja, antara lain mencontoh orang tua, mencontoh teman sebaya, dan juga pola asuh orang tua. Tetapi sejalan dengan hal itu juga Theodorus dalam Komalasari dan Helmi (2000) menyatakan bahwa anak tidak serta merta merokok karena mencontoh perilaku merokok orang lain. Namun, anak yang bersangkutan merokok karena memperoleh penguatan dan pengukuhan atas perilaku merokok melalui ketiadaan hukuman dari orang tua untuk perilaku yang bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar yang menyatakan bahwa sebuah perilaku akan bertahan apabila mendapat penguatan. Ketiadaan teguran dan hukuman dari orang tua terkait dengan perilaku merokok anak akan dianggap sebagai suatu bentuk pengukuhan atas perilaku merokoknya sehingga perilaku merokok tersebut tetap dijalankan (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).
            Penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2006) pada siswa SMA dan SMK di Kecamatan Bogor Barat, disimpulkan bahwa karakteristik remaja dan keluarga serta pola asuh keluarga sangat berhubungan dengan perilaku remaja khususnya merokok. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang di lakukan oleh Erine (2012) di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan jumlah sampel 86 orang yang hasilnya terdapat  hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki dengan nilai p-value 0,000. Demikian juga penelitian yang telah di lakukan Husniyatur (2013) di SMK Nasional Malang bahwa terdapat  hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja yang salah satunya adalah perilaku merokok dengan nilai signifikasi 0.000. Kelurahan Tanah Raja merupakan salah satu wilayah kerja dari Puskesmas Kota Ternate yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 294 kepala keluarga (KK) dengan jumlah anak laki-laki usia 15-17 tahun sebanyak 43 orang. Hasil survey tahun 2012 yang di lakukan oleh petugas promosi kesehatan (Promkes) Puskesmas Kota Ternate didapatkan bahwa Kelurahan Tanah Raja merupakan Kelurahan dengan jumlah perokok tertinggi diwilayah kerja Puskesmas Kota Ternate, dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 KK di dapatkan bahwa 17 KK berperilaku merokok. Hasil survey petugas Promkes dari 17 KK tersebut, sebanyak 15 KK dengan anak laki-laki yang berusia 15-20 tahun juga berperilaku merokok.Sarwono (2009) di Desa Waluyorejo Kabupaten Kebumen, dengan jumlah sampel 83 remaja, yang hasilnya terdapat hubungan antara peran orang tua dengan perilaku merokok pada remaja lakilaki. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang di lakukanoleh Ana (2013) pada remaja putra di Karanganyar, disimpulkan bahwa kebiasaan merokok pada remaja sebagian besar dipengaruhi oleh faktor orang tua, lingkungan, teman sebaya, iklan, faktorfaktor psikologis dan biologis yaitu perasaan ketergantungan terhadap zat yang berbahaya tersebut. Perilaku merokok memang pada dasarnya telah menjadi suatu kebiasaan yang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Dampak negatif yang di timbulkan dari merokok pun telah banyak di beritahukan, tetapi tetap saja tidak dihiraukan. Salah satu dampak yang beresiko merugikan bagi kesehatan bila mengkomsumsi rokok yaitu dapat terkena penyakit jantung koroner, kanker, penyakit paru kronis, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit lainnya seperti impotensi dan gangguan kehamilan pada wanita (Ernest, 2001).  Tetapi sejalan dengan hal tersebut, rokok juga memiliki sisi positif yang berdampak bagi perekonomian Indonesia, contohnya seperti membantu pemerintah Indonesia mengurangi angka pengangguran dengan mendirikan perusahaan rokok, dan selain itu juga rokok dijadikan sebagai salah satu penghasilan cukai tertinggi yang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Namun, ada hal yang berpengaruh negatif bagi perekonomian Indonesia yaitu dimana tingginya angka masyarakat miskin yang masih mengkomsumsi rokok yang tak tertanggulangi. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi perokok usia ≥ 15 tahun per provinsi, jumlah perokok di Sulawesi Utara adalah 36,2% dengan jumlah perokok setiap hari 29,1% dan perokok kadang-kadang berjumlah 7,1%. Pada Sulawesi Utara prevalensi penduduk umur ≥ 15 tahun yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 1-10 batang per hari yaitu 61,0%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 11-20 batang per hari yaitu 32,8%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata 21-30 batang per hari yaitu 3,1%, yang memiliki kebiasaan merokok rata-rata > 31 batang per hari yaitu 3,0% (Riskesdas, 2013).

1.2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1)      Apakah hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja?


1.3.        Tujuan Penulisan
1)      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja
2)      Tujuan Khusus
Idetifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak remaja.

1.4.        Manfaat Penulisan
1)      Manfaat bagi anak laki-laki, Penelitian ini di harapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang bahaya rokok.
2)      Manfaat bagi orang tua, Memberikan gambaran kepada orang tua tentang pentingnya peranan pola asuh terhadap perilaku anaknya,
3)      Manfaat untuk para medis, Sebagai bahan yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut, Instansi kesehatan,
4)      Manfaat bagi penulis, Memberikan pengalaman baru bagi peneliti sendiri, dan
5)      Manfaat bagi pendidikan, Di harapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih luas di bidang keperawatan anak.










BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
                   Pola berarti susunan, model, bentuk, tata cara, gaya dalam melakukan sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti, membina interaksi dan komunikasi secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Krisnawati dalam Ebin, 2005:8). Berdasarkan kedua pengertian ini maka pola asuh dapat diartikan sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
                   Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Godam, 2008:64). Mengasuh anak orang tua tidak hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).

2.2. Pengertian Perilaku Merokok
               Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung. Sedangkan menurut Istiqomah merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).
2.3 Pengertian Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Sitopoe, 2000). Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. (Wikipedia, 2008).










                                                 












BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1.  Kerangka Konsep
Variabel independen                                                               Variabel dependen
Pola Asuh Orang Tua
      Demokratis                                                                           Perilaku Meroko
                                                                                                 Pada Anak  Remaja
      Otoriter

      Permitif



Struktur Variabel:
Variabel Independen: Pola Asuh Orang Tua
Variabel Dependen: Perilaku Merokok Pada Anak Remaja

3.2.  Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak 
         Remaja.
H1 : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku pada anak remaja.


3.3.  Variabel Penelitian
            Variabel penelitiannya adalah:
1)      Variabel Independen (bebas) : Hubungan pola asuh orang tua
2)      Variabel Dependen (terikat)  : Perilaku merokok pada anak remaja







                                               
















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pola Asuh Orang Tua
                 Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Godam, 2008:64). Mengasuh anak orang tua tidak hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).

4.1.1. Bentuk Pola Asuh
  Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil belajar makan, belajar kebersihan, disiplin, belajar bermain dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian dan perilaku kesehatan anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa. Apabila polapola yang diterapkan orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak. Tarmizi (2009)  dan Ira Pentrato (2006) menjelaskan pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatip konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind (1967) (Ira Pentrato 2006), terdapat 3 macam pola asuh orang tua antara lain: demokratis, otoriter, permisif. 
4.1.1.1. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, dan tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. 
4.1.1.2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, “kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara”. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. 
4.1.1.3. Pola Asuh Primitif
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

4.1.2. Dampak Pola Asuh
Ira Petranto (2006:4) menguraikan dampak pola asuh pada anak adalah dapat dikarakteristikkan sebagai berikut:
1)      Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. 
2)      Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. 
3)      Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. 
Dari karakteristik-karakteristik tersebut bisa kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah  karena pola asuh orang tua yang permisif.

4.2. Perilaku Merokok Pada Anak Remaja
Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh faktor stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. 
Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan 
dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000). 
Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku merokok  menurut (Bustan, M.N., 2000) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atu asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif (active smoker) adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.  
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif dari pada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996). 
Sedangkan menurut (Mu’tadin, 2002) perilaku merokok berdasarkan intensitas merokok membagi jumlah rokok yang dihisapnya setiap hari, yaitu: 
a)      Perokok sangat berat adalah perokok yang mengkomsumsi rokok sangat sering yaitu merokok lebih 31 batang tiap harinya dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur pagi hari. 
b)      Perokok berat adalah perokok yang menghabiskan 21-30 batang rokok setiap hari dengan selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari. 
c)      Perokok sedang adalah perokok yang mengkomsumsi rokok cukup yaitu 11-21 batang per hari dengan selang waktu 31-60 menit mulai bangun tidur pagi hari. 
d)     Perokok ringan adalah perokok yang mengkomsumsi rokok jarang yaitu sekitar 10 batang per hari dengan selang waktu 60 menit dari bangun tidur pagi. 
Menurut Tomkins cit Wismanto dan Sarwo (2007) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :
a)      Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Dalam hal ini dibagi dalam 3 sub tipe:
1)      Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. 
2)      Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. 
3)      Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau perokok lebih senang berlama-lama memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum dia menyalakan dengan api.  
b)      Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.
c)      Perilaku merokok yang adiktif (psychological addiction). Bagi yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun. 
d)     Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis. 
4.2.1 Tahap-tahap Perilaku Merokok
Laventhal dan Clearly cit Pitaloka (2006) mengungkapkan empat tahap dalam perilaku merokok, yaitu : 
a)      Tahap Preparatory Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok.
b)      Tahap Initiation  Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
c)      Tahap Becoming A Smoker  Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 
d)     Tahap Maintaining Of Smoking  Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek yang menyenangkan.
4.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
Menurut Komalasari dan Helmi (2000), perilaku merokok selain disebabkan dari faktor dalam diri (internal) juga disebabkan faktor dari lingkungan (eksternal).
a)   Faktor Diri (internal) Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Merokok juga memberi image bahwa merokok dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan. Individu juga merokok dengan alasan sebagai alat menghilangkan stres (Nasution, 2007). Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya (Komalasari dan Helmi, 2000). 
b)   Faktor Lingkungan (eksternal) Menurut soetjiningsih (2004), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja adalah keluarga atau orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, dan iklan rokok.
1)   Orang Tua 
Perilaku remaja memang sangat menarik dan gaya mereka pun bermacam-macam. Ada yang atraktif, lincah, modis, agresif dan kreatif dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga remaja yang suka hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja, remaja memulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua sangat berperan pada masa remaja, salah satunya adalah pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku remaja. Pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang seperti  merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan lain-lain (Depkes RI, 2005). 
2)   Teman Sebaya
Pengaruh kelompok sebaya terhadap perilaku beresiko kesehatan pada remaja dapat terjadi melalui mekanisme peer sosialization, dengan arah pengaruh berasal kelompok sebaya, artinya ketika remaja bergabung dengan kelompok sebayanya maka seorang remaja akan dituntut untuk berperilaku sama dengan kelompoknya, sesuai dengan norma yang dikembangkan oleh kelompok tersebut (Mu’tadin, 2002).  Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka, karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat berpengaruh kuat dalam pemilihan teman. (Yusuf, 2006). 
3)      Iklan Rokok
Banyaknya iklan rokok di media cetak, elektronik, dan media luar ruang telah mendorong rasa ingin tahu remaja tentang produk rokok. Iklan rokok mempunyai tujuan mensponsori hiburan bukan untuk menjual rokok, dengan tujuan untuk mengumpulkan kalangan muda yang belum merokok untuk mencoba merokok dan setelah mencoba merokok akan terus berkelanjutan sampai ketagihan (Istiqomah, 2004). 
Menurut Hansen dalam Wismanto dan Budi (2007), mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu:
1)      Faktor Psikologis
Individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, kenyamanan, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok yang bergaul dengan perokok lebih sulit untuk berhenti merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak perilaku merokok. 
2)      Faktor Biologis
 Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam darah, maka semakin besar pula ketergantungan seorang terhadap rokok. 
Menurut Baradja (2008), mengungkapkan faktor-faktor penyebab merokok dapat dibagi dalam beberapa golongan sekalipun sesungguhnya faktor-faktor itu saling berkaitan satu sama lain :
1)      Faktor Genetik
Beberapa studi menyebut faktor genetik sebagai penentu dalam timbulnya perilaku merokok dan bahwa kecenderungan menderita kanker, serta tendensi untuk merokok adalah faktor yang diwarisi bersama-sama. Studi menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan memiliki pola kebiasaan merokok yang sama bila dibandingkan dengan kembar non-identik. Akan tetapi secara umum, faktor genetik ini kurang berarti bila dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku merokok yang akan timbul.
2)      Faktor Kepribadian (personality)
Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe kepribadian perokok. Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang cukup besar antara pribadi orang yang merokok dan yang tidak. Oleh karena itu tes-tes kepribadian kurang bermanfaat dalam memprediksi apakah seseorang akan menjadi perokok. Lebih bermanfaat adalah pengamatan dan studi observasi dilapangan. Anak sekolah yang merokok menganggap dirinya, seperti orang lain juga memandang dirinya, sebagai orang yang kurang sukses dalam pendidikan. Mereka biasanya memiliki prestasi akademik kurang, tanpa minat belajar dan kurang patuh pada otoritas. Asosiasi ini sudah secara konsisten ditemukan sejak permulaanabad ini. Dibandingkan dengan yang tidak merokok, mereka lebih impulsif, haus sensasi, gemar menempuh bahaya dan risiko dan berani melawan penguasa. Mereka minum teh dan kopi dan sering juga menggunakan obat termasuk alkohol. Mereka lebih mudah bercerai, beralih pekerjaan, mendapat kecelakaan lalulintas, dan enggan mengenakan ikat pinggang keselamatan dalam mobil. Banyak dari perilaku ini sesuai dengan sifat kepribadian extrovert dan antisosial yang sudah terbukti berhubungan dengan kebiasaan merokok.
3)      Faktor Kejiwaan (psikodinamik)
Dua teori yang paling masuk akal adalah bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tak nyata. Ahli lainnya berpendapat bahwa merokok adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak dipenuhi semasa bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok pada mereka yang sedang mencoba berhenti merokok.
4)      Faktor Sensorimotorik 
Buat sebagian perokok, kegiatan merokok itu sendirilah yang membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial atau farmakologiknya. Sosok sebungkus rokok, membukanya, mengambil dan memegang sebatang rokok, menyalakannya, mengisap, mengeluarkan sambil mengamati asap rokok, aroma, rasa dan juga bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan ini. Dalam suatu penelitian ternyata lebih dari 11 persen menganggap aspek-aspek ini penting buat mereka.
5)      Faktor Farmakologis 
Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, mungkin pada menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis sama dengan yang didalam rokok, bahan ini dapat menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi jugarelaksasi di sisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh karena itu bila kita sedang marah atau takut, efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat. Dalam pengertian ini nikotin berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalan situasi stress
.



4.3. Rokok
4.3.1. Komposisi Rokok
Satu-satunya negara di dunia yang menghasilkan rokok dengan bahan baku tembakau dan cengkeh hanyalah indonesia, dengan sebutan rokok kretek dengan perbandingan tembakau dan cengkeh adalah 60 : 40. Sedangkan pembungkusannya, rokok digulung dengan berbagai jenis pembungkus, ada yang menggunakan kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih, daun nipah, pelepah tongkol jagung atau disebut rokok klobot, dan dengan tembakau sendiri disebut rokok cerutu. Lapisan pembungkus rokok kretek dibuat dua lapis sehingga minyak cengkih ditahan oleh lapisan paling dalam, sedangkan pembungkus lapisan luar tidak tembus oleh minyak cengkeh sehingga warna rokok tetap putih. Rokok biasanya terdiri dari rokok dengan atau tanpa filter. Filter digunakan untuk menyaring bahanbahan yang berbahaya yang didalam asap rokok yang dihisap (Sitepoe, Mangku, 2000). 
4.3.2. Racun Pada Rokok
Rokok mengandung  kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 2000 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok, yaitu:
a.       Nikotin
Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Komponen ini terdapat didalam asap rokok dan juga didalam tembakau yang tidak dibakar. Nikotin diserap melalui paruparu dan kecepatan absorpsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara intravena. Nikotin masuk kedalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier diotak dan diedarkan keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15- 20 menit pada waktu penghisapan terakhir (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).
b.      Tar 
Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker.  Sumber tar adalah  tembakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan organik lain yang terbakar (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007)
c.       Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida adalah gas yang bersifat toksin/ gas beracun yang tidak berwarna, zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Kandungannya di dalam asap rokok 2-6%. Karbon monoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat dengan hemoglobin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat dari pada daya ikat oksigen (O2) dengan hemoglobin (Hb). membuat darah tidakmampu mengikat oksigen (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).
4.3.3. Dampak Rokok Pada Remaja
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20 mg nikotin, yang setelah dibakar 25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun, jumlah kecil ini hanya membutuhkan waktu 15 detik untuk sampai ke otak.  
Dengan merokok mengurangi jumlah sel-sel berfilia (rambut getar), menambah sel lendir sehingga menghambat oksigen ke paru-paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker dibandingkan mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Zulkifli, 2008). 
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan menghisap rokok yang mungkin saja tidak terjadi dalam waktu singkat namun memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya antara lain:  
1)      Impotensi
Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi. 
2)      Osteoporosis
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15 persen, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan  waktu 80 persen lebih lama untuk penyembuhan.
3)      Pada Kehamilan 
Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Resiko keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.
4)      Jantung koroner
Penyakit jantung adalah salah satu penyebab kematian utama di indonesia. Sekitar 40 persen kematian akibat serangan jantung yang terjadi sebelum umur 65 tahun buasanya berhubungan dengan kebiasaan merokok. 
5)      Sistem Pernapasan
Kerugian jangka pendek sistem pernapasan akibat rokok adalah kemampuan rokok untuk membunuh sel rambut getar (silia) di saluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis, iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker paru, emphycema atau hilangnya elasitas paru-paru, dan bronkitis kronis.

4.4.  Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Pada Anak         
        Remaja
Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan, tidak memberikan kebebasan pada anak untuk berpendapat akan membuat anak tertekan, marah dan kesal kepada orang tuanya, akan tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskan kepada hal lain berupa perilaku merokok. Berdasarkan penelitian orang tua yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak, kontrol yang minim apalagi dengan anak usia remaja 15-17 tahun yang merupakan fase remaja pertengahan dengan penuh gejolak jiwa dapat menyebabkan penyimpangan perilaku pada anak, yang salah satunya perilaku merokok. Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat apa saja, dapat berpotensi membuat anak menjadi bingung dan salah arah dalam berperilaku (Agus, 2012).
Agus (2012) mengemukakan bahwa mengasuh anak secara demokratis lebih baik dari pada otoriter dan permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memberikan bimbingan yang sesuai dengan perkembangan anak. Namun berbeda dengan hasil penelitian, anak dengan pola asuh demokratis yang berperilaku merokok. Hal tersebut terjadi karena selain faktor pola asuh yang tepat terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi anak untuk berperilaku merokok, antara lain dukungan keluarga, teman sebaya, dan media sosial. Keluarga dengan perilaku merokok dapat membuat anak remaja juga berperilaku merokok, karena remaja cenderung meniru perilaku dari orang yang bermakna terutama keluarga.
Banyaknya iklan rokok pada berbagai media sosial yang menarik perhatian juga dapat mempengaruhi anak untuk cenderung coba-coba merokok hingga menjadi ketagihan untuk berperilaku merokok.
Hal tersebut sesuai dengan teori Mubbarak (2007) perilaku kesehatan seseorang ditentukkan oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan atau  keyakinan, dan nilai-nilai, faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan serta faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku. 






                                                                                               







BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pola berarti susunan, model, bentuk, tata cara, gaya dalam melakukan sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti, membina interaksi dan komunikasi secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Krisnawati dalam Ebin, 2005:8).
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung.
Jadi pola asuh rang tua mempengaruhi perilaku merokok anak remaja

5.2. Saran
1.      Bagi ilmu pengetahuan
Kiranya dapat memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan




















DAFTAR PUSTAKA


Adhayanti, R. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok. Universitas Brawijaya. Malang Ahyar. 2010. Health Promotion Model.
Agus, W. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. 
Aziz, A. A. H. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika 
Arina, U. A. (2011). Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman Sebaya Dan Iklan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-Laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Edisi 1. Volume 8. Jakarta. 
Aziz, A. A. H., & Musrifatul, U. (2012). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku kedokteran ECG 
Ana (2013). Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Pada Remaja (http://ejurnal.mithus.ac.id/index.php/ maternal/article/view/238). Diakses tanggal 19 September 2014; pukul 19.00 Wita. 
Agus, R. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Hernanta, I. (2013). Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. Yogyakarta: D-Medika.
Heru, S. K. & Yasril. (2013). Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu 
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan. (Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno)  Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. 
Komalasari, D. & Helmi, A. F. (2000). Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2, 1-11.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Promosi Kesehatan, (2011). Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok 2010. Hal. 10-13. Jakarta.
Mulyanti, S. (2013). Perkembangan Psikologi Anak. Yogyakarta: Laras Media Prima. 
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. 

Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta  

Tidak ada komentar: