Kamis, 16 April 2015

Asma Bronchiale

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1            LATAR BELAKANG
Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan asma broncial.
Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.

Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.

Asma dapat terjadi pada sembarangan golongan usia; sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir kurang lebih 19 juta penduduk dari semua rakyat Amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktifitas fisik, dan banyak aspek kehidupan lainnya.
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita asma. Penyakit asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebalik nya. Sementara angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Asma pada anak dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, tergantung dari klasifikasi berat ringan episodenya. Anak dengan asma yang sering kambuh, dapat menyebabkan turunnya prestasi belajar yang merupakan dasar terjadinya lost generation. Dari penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun diketahui prevalensi asma sebesar 2,1% pada tahun 1995. Jumlah ini meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2003. Sementara hasil survei di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung.

1.2      TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum :
Memahami tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan pada kasus Asma Bronkial

Tujuan Khusus :
a.       Mengetahui definisi asma bronkial
b.      Mengetahui etiologi asma bronkial
c.       Mengetahui manifestasi klinis dari asma bronkial
d.      Mengetahui patofisiologi dari asma bronkial
e.       Mengetahui komplikasi dari asma bronkial
f.        Mengetahui prognosis dari asma bronkial
g.       Mengetahui pemeriksaan diagnosis dan penatalaksanaannya
h.      Mampu menyusun asuhan keperawatan asma bronkial

























BAB II
TINJAUAN TEORI


Konsep Medis

2.1      DEFINISI

Asma didefinisikan suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel.
(Price, 1994)
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)
Asma Bbronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan fentilasi alveolus.
(Huddak & Gallo, 1997)




2.2      KLASIFIKASI

            Ada 2 bentuk utama dari asma bronchial, yaitu :
1)     Asma Bronchial Ekstrinsik
Asma bronchial ekstrinsik biasanya terjadi pada usia muda, dan lebih sering terjadi pada anak kecil. Gejala awal biasanya berupa ekzema. Hal ini ditandai dengan serangan bersin-bersin dan ingus yang encer. Ekzema dapat timbul pada penderita yang pada dasarnya peka terhadap allergen (keadaan atopi). Allergen itu contohnya serbuk sari dari bunga, bulu hewan seperti kucing, debu rumah dan lainnya.

2)     Asma Bronchial Intrinsik
Penyakit asma bronchial intrinsik biasanya timbul pada usia yang lebih lanjut. Hampir sepanjang hidup penderita ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi penyebabnya, tetapi ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap sejumlah stimulus non-alergi, misalnya infeksi virus atau bakteri dari bronkus. Terkadang, kegiatan jasmani seperti menghirup udara dingin juga dapat menjadi penyebab dari penyakit ini. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan dengan bentuk ekstrinsik pada anak muda. Tipe penyakit ini memang cenderung lama, bahkan bisa sampai terjadi dispnea yang menetap dan disertai mengi. Tapi, pada kondisi ini tidak terdapat faktor atopi.


2.3      ETIOLOGI

1)     Faktor Ekstrinsik (asma imunologik/asma alergi)
-          Reaksi antigen-antibodi
-          Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)

2)     Faktor Intrinsik (asma non imunologi/asma non alergi)
-          Infeksi : parainfluenza firus, pneumonia, mycoplasma
-          Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
-          Iritan : kimia
-          Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
-          Emosional : takut, cemas, dan tegang
-          Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial :

a.       Faktor predisposisi

·         Genetik
Dimana diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b.      Faktor presipitasi
·         Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.  Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2.  Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3.  Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

·         Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

·         Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itujuga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.



·         Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

·         Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.



2.4      MANIFESTASI KLINIS

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispenea, dan mengi.Pada beberapa keaadaan batuk merupakan satu-satunya gejala, serangan asma sering kali terjadi pada malam hari.(Smeltzer & Suzanne, 2001).
Gejala klasik:
-          sesak nafas,
-          mengi (wheezing),
-          batuk,
-          merasa nyeri di dada,
-          mengeluarkan sputum. (Sputum tampak keputih-putihan, berbentuk spiral dan bercabang-cabang, dan mengandung eosinophil dan kadang-kadang Kristal Charcot leyden).
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak antara lain:
-          silent chest,
-          sianosis,
-          gangguan kesadaran,
-          hiperinflasi dada,
-          takikardi,
-          pernafasan cepat-dangkal.



Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan asma terjadi penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, pucat, sianosis, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Nadi juga akan berdenyut cepat dan dapat hilang saat inspirasi. Gejala-gejala seperti ini tidak akan menghilang begitu saja, bahkan bisa jadi akan bertambah parah.
Pada saat dilakukan pemeriksaan maka bunyi mengi pada waktu inspirasi dan ekspirasi akan terdengar jelas walaupun tanpa stetoskop. Sedangkan pada waktu perkusi letak diagfragma akan lebih rendah. Bila kebetulan ada pneumonia, mungkin tidak akan ditemukan sebab pneumonia akan cepat diketahui jika asma tersebut disertai dengan adanya demam tinggi.
Pada saat asma menyerang, otot pernapasan pembantu juga akan terasa lebih aktif, mata menonjol, saat sedang batuk-batuk dan penderita merasakan sesak. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan bantuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandung masa galatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan meski serangan jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontiniu yang lebih berat yang disebut ”Status Asmatikus” kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup. Latihan fisik dan kegairahan emosional, reaksi yang berhubungan kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergan spesifik obat-obat tertentu.












2.5      PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan  sukar bernafas. Penyebab umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Pada asma, antibodi ini sejumlah antibodi IgE abnormal  terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal in dapat menyebabkan barrel chest.

1)     Asma Bronkial Ekstrinsik

Secara umum, asma bronchial ekstrinsik karena alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstraksi otot polos, hyperemia, serta sekresi lendir putih yang tebal. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup tersebut. Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut adalah basofil. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu permukaan alergen, maka sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus, bahan yang dilepaskan oleh sel mast adalah histamin dan prostaglandin.
Pada permukaan sel mast juga ada reseptor Beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor Beta-1.
Apabila reseptor Beta-2 dirangsang dengan obat antiasma misalnya salbutamol, maka pelepasan histamin akan terhalang, dan juga aminofilin juga menghalangi pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus dan dalam darah tepi terdapat banyak eosinofil yang mengandung enzim yang dapat menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi, eosinofil berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap serangan asma.

2)     Asma Bronkial Intrinsik

Adapun penyebab asma bronchial intrinsik yaitu pada awalnya mungkin asma hanya disebabkan adanya kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus, sehingga merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk serta sekresi lendir melalui suatu reflek dan menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin dapat menghambat vagus, sehingga dapat menolong penderita yang mengalami asma bronchial intrinsik.
Adanya lendir yang sangat lengket akan disekresi, bahkan pada kasus-kasus berat, lendir ini dapat menghambat saluran napas secara total, sehingga berakibat munculnya status asmatikus, kegagalan pernapasan. Penyebab yang penting dari asma adalah adanya infeksi saluran pernapasan oleh flu, adenovirus, hemophilus influenza. Asap rokok, industri, dan udara dingin juga dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Sindrom yang sangat khas pada penderita asma dan timbul pada usia lanjut adalah mengi dengan polip hidung, yang sangat peka terhadap aspirin. Selain itu, emosi dan stress juga dapat menjadi salah satu penyebab penting munculnya serangan asma. Biasanya, anak-anak yang menderita asma biasanya mereka hidup di keluarga yang terlalu memberikan perhatian berlebih, sehingga menimbulkan kemanjaan pada anak.










2.6      GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis asma bronlial klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan sesak nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat didada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Mesikpun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen.
Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya bantuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istileh ”Cough vairant asthma”. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik, sering memiliki hubungan antara pemjanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, inefksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan, gejala biasanya memburuk pasa awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu, pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. Gejalanya mungkin akan membaik bilapasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya, pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.



2.7      FAKTOR-FAKTOR PENCETUS

1. Infeksi virus saluran nafas influenza
2. Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang
3. Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
4. Kegiatan jasmani; lari
5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi
6. Obat-obatan aspirin, penyekat ebta, anti inflamasi non steroid
7. Lingkungan kerja;uap zat kimia
8. Polusi udar, asap rokok
9. Pengawet makanan; sulfit
10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis




2.8      KOMPLIKASI

1. Penumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga

2.9      DIAGNOSIS

Suatu konsep yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah pengertian dasar bahwa wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma, walaupun wheezing itu sendiri sering dianggap patogonomonis bagi asma. Karena itu setiap penderita dengan keluhan wheezing, perlu dilakukan pemeriksaan fisis dan laboratorium yang diteliti sebelum diagnosis asma ditegakkan. Untuk itu, diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah :
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Kegansan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmer’s lung disease
8. Alergi bahan inhalan industri
9. Hernia diafragmatika atau esofagus
10. Tumor atua pembesaran kelenjar mediastinum
11. Sembab laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kiste laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan








2.10    PEMERIKSAAN PENUNJANG

A.      Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
§  Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
§  Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
§  Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
§  Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
§  Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

B.      Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

C.      Pemeriksaan Laboratorium

·         Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
§  Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
§  Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
§  Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.

·         Pemeriksaan Dahak
Dahak ataupun sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida dan serabut glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak yang sangat kental sering kali menyebabkan penyumbatan yang disebut ariways plugging.


Dahak purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah banyak, dengan konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel yang mengalami kerusakan (nekrotik) bercampur, tampak gambaran spiral Churschmann, bdan creola dan kristal charcot leyden serta 90-% dahak mengandung sel eosinofil.

·         Pemeriksaan darah
Pada penderita yang mengalami stress, dehidrasi dan infeksi, lekosit dapat meningkat (15.000/mm3) sedangkan eosinofil meningkat diatas harga normal (normal = 250/mm3). Pada asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3. kalau peningkatan eosinofil ini melebihi 1000/mm3, misal sampai 4000/mm3, ada kemungkinan peningkatan ini disebabkan infeksi. Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini disebut steroid resistent bronchial asthma.

D.     Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

E.      Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.


2.11          KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (vietha, 2009) adalah:

1.    Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2.    Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3.    Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4.    Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.
5.    Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.


2.12          PENATALAKSANAAN

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1.      Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2.      Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3.         Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnyasehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan danbekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1.      Pengobatan non farmakologik:

o   Memberikan penyuluhan
o   Menghindari faktor pencetus
o   Pemberian cairan
o   Fisiotherapy
o   Beri O2 bila perlu.

2.      Pengobatan farmakologik

-     Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
                        Terbagi dalam 2 golongan :

a.       Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)



Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b.      Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

c.       Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

d.      Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral. (tanjung, 2003)

Ada beberapa macam pengobatan penyakit asma, yang disesuaikan dengan kondisi atau tingkat penyakit tersebut. Berikut beberapa pengobatan yang dapat dilakukan:

ü  Serangan asma tingkat sedang harus doibati dengan obat Beta-2 mimetik, seperti Salbutamol (tiga kali, 2-4 mg/oral), jika diperlukan, berikan inhaler yang setiap semprotannya mengandung 0,1 mg. Obat ini berbeda dengan betamimetim lainnya, karena tidak memiliki efek samping terhadap jantung, hanya saja penderita mengalami tremor. Selain itu, penderita juga dapat diberikan aminofilin 500-1.200 mg, yang dikonsumsi setiap hari secara oral. Jika hal ini terjadi pada kasus akut, maka gunakan obat ini kira-kira 250 mg yang dilarutkan dalam 50 ml glukosa 20%, yang kemudian diberikan secara perlahan-lahan melalui media suntik intravena. Apabila diperlukan aminofilin diberikan secara infus intravena.
ü  Apabila serangan asma lebih berat, maka berikan prednison 40 mg oral. Pada sebagian besar penderita asma, dosis obat tersebut dapat diturunkan dengan segera, tetapi beberapa penderita yang lain membutuhkan prednison dengan dosis pemeliharaan, yang memerlukan resep dokter dengan perhitungan dosis yang tepat.
ü  Untuk asma ekstrinsik tetapi juga sebagian penderita asma intrinsik, perlu diberikan disodiumcromoglycate diantara dua serangan. Obat ini akan melindungi sel mast pada saat dirangsang oleh alergen dan mencegah pengeluaran histamin dan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk pencegahan, bukan digunakan pada saat serangan terjadi.
ü  Pada kondisi status asmatikus, dibutuhkan penanganan/pengobatan serius, karena keparahan penyakitnya sudah sangat tinggi. Status asmatikus merupakan keadaan darurat yang harus segera diberi infus yang berisi aminofilin dosis tinggi, disertai pemberian hidrokortison 200 mg. Jika terdapat bronkopneumonia, harus diobati terlebih dahulu penyakit bronkopneumonia tersebut. Pemberian oksigen juga dapat membantu, tapi perlu diperhatikan jika setelah pemberian oksigen, asma tidak kunjung sembuh/mereda. Hal ini mungkin disebabkan kadar CO2 semakin tinggi yang menyebabkan narkose.

Perlu diperhatikan bahwa jangan sesekali memberikan morfin kepada penderita asma bronchial. Lain halnya jika penderita yang mengalami asma kardial, dalam hal ini kita harus dapat membedakan gejala asma bronchial dengan asma kardial. Umumnya penderita dengan asma kardial memperlihatkan gambaran penyakit jantung yang cukup jelas, misalnya hipertensi berat, nadi cepat serta tidak teratur sama sekali (fibrilasi atrium), pembesaran jantung dengan irama gallop atau murmur (bising jantung) yang keras dan ronki di lapangan bawah paru-paru.


2.13                     PENCEGAHAN

Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan dengan mengindentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang
mungkin dapat saja
menjadi gangguan bagi penderita seperti bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)

Usaha-usaha pencegahan asma dapat dilakukan :

A.      Menjaga Kesehatan Tubuh
Menjaga kesehatan tubuh merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma bronchiale.Usaha yang dilakukan berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olah raga yang sesuai untuk mengatasi penyakit.

B.      Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma, keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan, rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari, saluran pembuangan air limbah harus lancar, dan kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah.

C.      Menghindari faktor pencetus serangan penyakit asma
Perubahan dalam suhu lingkungan, pertukaran atmosfir (asap rokok dan industri ozon), bau yang menyengat (parfum) alergen, olah raga yang berlebihan, stres dan gangguan emosional.

D.     Menggunakan obat-obat anti penyakit asma, sebagai pencegah penyakit.







PATHWAY


Spasmeotot                 SumbatanMukus                     Edema             InflamasiDinding Bronchus
bronchus
 


Mk :Takefektif                         obstruksisalnafas                                Alveoli tertutup
Kebersihan                              (bronchospasme)
Jalannapas

            Pertuka                                                                                    Hipoksemia     Mk :Gg
                                                                                                                                    Ran gas

                                                Penyempitanjalannafas                      Asidosis metabolic


                                                Peningkatankerjapernafasan  Mk :KurangPengetahuan
 



                        Peningkatankebutoksigen                   penurunanmasukan oral
 



                                    Hyperventilasi             Mk. Perubnutrisikurangdari
                                                                        Kebutuhantubuh


                                    RetensiCO2
 



                        Asidosisrespiratorik







BAB III
PENUTUP


Konsep Keperawatan

3.1PENGKAJIAN

A.      Riwayat kesehatan masa lalu
-          Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
-          Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
B.      Aktivitas
-          Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
-          Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-hari
-          Tidur dalam posisi duduk tinggi
C.      Pernapasan
-          Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
-          Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
-          Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung
-          Adanya bunyi napas mengi
-          Adanya batuk berulang
D.     Sirkulasi
-          Adanya peningkatan tekanan darah
-          Adanya peningkatan frekuensi jantung
-          Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
E.      Integritas ego
-          Ansietas
-          Ketakutan
-          Peka rangsangan
-          Gelisah
F.      Asupan nutrisi
-          Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
-          Penurunan berat badan karena anoreksia
G.      Hubungan social
-          Keterbatasan mobilitas fisik
-          Susah bicara atau bicara terbata-bata
-          Adanya ketergantungan pada orang lain

3.2DIAGNOSA

1.     Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme: peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental: penurunan energi/kelemahan.
2.     Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.
3.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan hidup berhubungan dengan penurunan masukan oral.
4.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.

3.3INTERVENSI

1.     Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme: peningkatan produksi sekret, sekresi, tertahan, tebal, sekresi kental: penurunan energi/kelemahan.
-          Tujuan                : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih / jelas.
-          Kriteria Hasil    : Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi:
Mandiri
Ø  Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R :        Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
Ø  Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
R :        Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres.
Ø  Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan kondisi individu.
R  :       Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
Ø  Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R  :       Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Ø  Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.
R  :       Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.


            Kolaborasi

Ø  Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil.
R :        Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus dan mengi.
Ø  Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik
R :        Kelembaban menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.

2.     Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.
Tujuan :                      Pertukaran gas efektif dan adekuat
Kriteria Hasil :
-           Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
-          Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi :

Mandiri
Ø  Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
R :        Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.
Ø  Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
R :        Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
Ø  Dorong mengeluarkan sputum: penguapan bila diindikasikan
R :        Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.

Kolaborasi
Ø  Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R :        Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.
Ø  Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
R :        Digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen.



3.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan hidup berhubungan dengan penurunan masukan oral.
Tujuan :                      Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
-          Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
-          Menunjukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/ mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :          

Mandiri

Ø  Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan, catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB.
R :        Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Ø  Auskultasi bunyi usus.
R :        Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Ø  Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
R :        Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah.
Ø  Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R :        Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.
Ø  Hindari makanan yang sangat panas/dingin
R :        Dapat menghasilkan sekret yang berlebihan
Ø  Timbang berat badan sesuai indikasi.
R :        Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

Kolaborasi
Ø  Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
R :        Metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.
Ø  Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R :        Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan masukan.




4.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan :                      Pengetahuan meningkat
Kriteria Hasil :
-          Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
-          Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
-          Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :
Mandiri
Ø  Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R :        Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Ø  Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
R :        Nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.
Ø  Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
R :        Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
Ø  Diskusikan faktor lingkungan pada individu yang meningkatkan kondisi.
R :        Faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial dan menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
Ø  Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R :        Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.








BAB IV
PENUTUP

4.1      KESIMPULAN
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian alergi dan asma terus meningkat tajam beberapa tahun terakhir. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang asma di dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun.
Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)

4.2            SARAN
Asma merupakan penyakit yang banyak menyerang semua kalangan, baik usia muda maupun tua, laki-laki ataupun perempuan. Oleh sebab itu, melalui tugas ini kami ingin agar rekan-rekan mahasiswa/i mampu memahami tindak lanjut dari penyakit asma bronkial ini untuk membantu penatalaksanaan bagi penderita.


Tidak ada komentar: