BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Asma
merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak dijumpai, baik pada
anak-anak maupun dewasa. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates
menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang
pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan
untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas,
termasuk ada istilah asma kardial dan asma broncial.
Asma
bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan
penyempitan yang bersifat sementara.
Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Asma dapat
terjadi pada sembarangan golongan usia; sekitar setengah dari kasus terjadi
pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir
kurang lebih 19 juta penduduk dari semua rakyat Amerika mengalami asma dalam
suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat
fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran di
sekolah, pilihan pekerjaan, aktifitas fisik, dan banyak aspek kehidupan
lainnya.
Di
Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5
% penduduk Indonesia menderita asma. Penyakit asma dapat mengenai segala usia
dan jenis kelamin. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebalik nya. Sementara angka
kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Asma pada
anak dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, tergantung dari klasifikasi berat
ringan episodenya. Anak dengan asma yang sering kambuh, dapat menyebabkan
turunnya prestasi belajar yang merupakan dasar terjadinya lost generation. Dari
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun diketahui prevalensi asma sebesar
2,1% pada tahun 1995. Jumlah ini meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2003.
Sementara hasil survei di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Tujuan
Umum :
Memahami
tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan pada kasus Asma Bronkial
Tujuan
Khusus :
a.
Mengetahui definisi asma
bronkial
b.
Mengetahui etiologi asma
bronkial
c.
Mengetahui manifestasi klinis
dari asma bronkial
d.
Mengetahui patofisiologi dari asma
bronkial
e.
Mengetahui komplikasi dari asma
bronkial
f.
Mengetahui prognosis dari asma
bronkial
g.
Mengetahui pemeriksaan
diagnosis dan penatalaksanaannya
h.
Mampu menyusun asuhan
keperawatan asma bronkial
BAB II
TINJAUAN TEORI
Konsep
Medis
2.1 DEFINISI
Asma
didefinisikan suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversibel.
(Price, 1994)
Asma
Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)
Asma Bbronkial adalah penyakit
pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal
ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan fentilasi alveolus.
(Huddak & Gallo, 1997)
2.2 KLASIFIKASI
Ada 2 bentuk utama dari asma bronchial, yaitu :
1)
Asma Bronchial Ekstrinsik
Asma bronchial ekstrinsik biasanya terjadi pada usia muda, dan lebih sering
terjadi pada anak kecil. Gejala awal biasanya berupa ekzema. Hal ini ditandai
dengan serangan bersin-bersin dan ingus yang encer. Ekzema dapat timbul pada
penderita yang pada dasarnya peka terhadap allergen (keadaan atopi). Allergen
itu contohnya serbuk sari dari bunga, bulu hewan seperti kucing, debu rumah dan
lainnya.
2)
Asma Bronchial Intrinsik
Penyakit asma bronchial intrinsik
biasanya timbul pada usia yang lebih lanjut. Hampir sepanjang hidup penderita
ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi penyebabnya, tetapi
ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap sejumlah stimulus
non-alergi, misalnya infeksi virus atau bakteri dari bronkus. Terkadang,
kegiatan jasmani seperti menghirup udara dingin juga dapat menjadi penyebab
dari penyakit ini. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan
dengan bentuk ekstrinsik pada anak muda. Tipe penyakit ini memang cenderung
lama, bahkan bisa sampai terjadi dispnea yang menetap dan disertai mengi. Tapi,
pada kondisi ini tidak terdapat faktor atopi.
2.3 ETIOLOGI
1) Faktor Ekstrinsik (asma imunologik/asma alergi)
-
Reaksi
antigen-antibodi
-
Inhalasi alergen (debu,
serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2) Faktor Intrinsik (asma non imunologi/asma non alergi)
-
Infeksi :
parainfluenza firus, pneumonia, mycoplasma
-
Fisik : cuaca
dingin, perubahan temperatur
-
Iritan : kimia
-
Polusi udara : CO,
asap rokok, parfum
-
Emosional : takut,
cemas, dan tegang
-
Aktivitas yang
berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial :
a.
Faktor predisposisi
·
Genetik
Dimana diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan faktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor presipitasi
·
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
·
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
·
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itujuga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
·
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
·
Olahraga/ aktifitas
jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispenea,
dan mengi.Pada beberapa keaadaan batuk merupakan satu-satunya gejala, serangan
asma sering kali terjadi pada malam hari.(Smeltzer
& Suzanne, 2001).
Gejala klasik:
-
sesak nafas,
-
mengi (wheezing),
-
batuk,
-
merasa nyeri di dada,
-
mengeluarkan sputum. (Sputum tampak
keputih-putihan, berbentuk spiral dan bercabang-cabang, dan mengandung
eosinophil dan kadang-kadang Kristal Charcot leyden).
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala
yang timbul makin banyak antara lain:
-
silent chest,
-
sianosis,
-
gangguan kesadaran,
-
hiperinflasi dada,
-
takikardi,
-
pernafasan cepat-dangkal.
Biasanya pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan asma terjadi
penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, pucat, sianosis, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Nadi juga akan berdenyut cepat dan dapat hilang
saat inspirasi. Gejala-gejala seperti ini tidak akan menghilang begitu saja,
bahkan bisa jadi akan bertambah parah.
Pada saat dilakukan pemeriksaan maka bunyi
mengi pada waktu inspirasi dan ekspirasi akan terdengar jelas walaupun tanpa
stetoskop. Sedangkan pada waktu perkusi letak diagfragma akan lebih rendah.
Bila kebetulan ada pneumonia, mungkin tidak akan ditemukan sebab pneumonia akan
cepat diketahui jika asma tersebut disertai dengan adanya demam tinggi.
Pada saat asma menyerang, otot pernapasan
pembantu juga akan terasa lebih aktif, mata menonjol, saat sedang batuk-batuk
dan penderita merasakan sesak. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan bantuk dan rasa
sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborius.
Ekspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap
otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi kuat. Sputum, yang
terdiri atas sedikit mukus mengandung masa galatinosa bulat, kecil yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder
terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk
berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan
asma berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan
meski serangan jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontiniu yang lebih
berat yang disebut ”Status Asmatikus” kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam hidup. Latihan fisik dan kegairahan emosional, reaksi yang
berhubungan kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma
termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara
periodik setelah pemajanan terhadap alergan spesifik obat-obat tertentu.
2.5 PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari
otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab umum
adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Pada
asma, antibodi ini sejumlah antibodi IgE abnormal terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),
faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor
ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang
selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka
sumbatan adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal in dapat menyebabkan barrel chest.
1) Asma Bronkial Ekstrinsik
Secara umum, asma bronchial ekstrinsik karena alergen menimbulkan reaksi
yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstraksi otot polos,
hyperemia, serta sekresi lendir putih yang tebal. Penderita yang telah
disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi
terhadap alergen yang dihirup tersebut. Antibodi yang merupakan imunoglobin
jenis IgE ini kemudian melekat dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel
mast tersebut adalah basofil. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada
permukaan sel mast menangkap satu permukaan alergen, maka sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus, bahan yang dilepaskan oleh sel mast adalah histamin dan prostaglandin.
Pada permukaan sel mast juga ada
reseptor Beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor Beta-1.
Apabila reseptor Beta-2 dirangsang
dengan obat antiasma misalnya salbutamol, maka pelepasan histamin akan
terhalang, dan juga aminofilin juga menghalangi pembebasan histamin. Pada
mukosa bronkus dan dalam darah tepi terdapat banyak eosinofil yang mengandung
enzim yang dapat menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi, eosinofil
berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap serangan asma.
2)
Asma Bronkial Intrinsik
Adapun penyebab asma bronchial
intrinsik yaitu pada awalnya mungkin asma hanya disebabkan adanya kepekaan yang
berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus, sehingga
merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk serta
sekresi lendir melalui suatu reflek dan menimbulkan refleks konstriksi bronkus.
Atropin dapat menghambat vagus, sehingga dapat menolong penderita yang
mengalami asma bronchial intrinsik.
Adanya lendir yang sangat lengket
akan disekresi, bahkan pada kasus-kasus berat, lendir ini dapat menghambat
saluran napas secara total, sehingga berakibat munculnya status asmatikus,
kegagalan pernapasan. Penyebab yang penting dari asma adalah adanya infeksi
saluran pernapasan oleh flu, adenovirus, hemophilus influenza. Asap rokok,
industri, dan udara dingin juga dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Sindrom yang sangat khas pada
penderita asma dan timbul pada usia lanjut adalah mengi dengan polip hidung,
yang sangat peka terhadap aspirin. Selain itu, emosi dan stress juga dapat
menjadi salah satu penyebab penting munculnya serangan asma. Biasanya, anak-anak
yang menderita asma biasanya mereka hidup di keluarga yang terlalu memberikan
perhatian berlebih, sehingga menimbulkan kemanjaan pada anak.
2.6 GAMBARAN
KLINIS
Gambaran
klinis asma bronlial klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan sesak
nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat didada,
dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Mesikpun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen.
Ada sebagian
kecil pasien asma yang gejalanya hanya bantuk tanpa disertai mengi, dikenal
dengan istileh ”Cough vairant asthma”. Bila hal yang terakhir ini dicurigai,
perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau
uji provokasi bronkus dengan metakolin.
Pada
asma alergik, sering memiliki hubungan antara pemjanan alergen dengan
gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan
gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang
merangsang, inefksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan, gejala biasanya memburuk pasa awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu, pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. Gejalanya mungkin akan membaik bilapasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya, pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan, gejala biasanya memburuk pasa awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu, pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. Gejalanya mungkin akan membaik bilapasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya, pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
2.7 FAKTOR-FAKTOR
PENCETUS
1. Infeksi virus saluran nafas influenza
2. Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang
3. Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
4. Kegiatan jasmani; lari
5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi
6. Obat-obatan aspirin, penyekat ebta, anti inflamasi non steroid
7. Lingkungan kerja;uap zat kimia
8. Polusi udar, asap rokok
9. Pengawet makanan; sulfit
10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis
2.8 KOMPLIKASI
1. Penumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga
2.9 DIAGNOSIS
Suatu konsep
yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah pengertian dasar bahwa
wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma, walaupun wheezing itu
sendiri sering dianggap patogonomonis bagi asma. Karena itu setiap penderita
dengan keluhan wheezing, perlu dilakukan pemeriksaan fisis dan laboratorium
yang diteliti sebelum diagnosis asma ditegakkan. Untuk itu, diagnosis banding
yang perlu dipikirkan adalah :
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Kegansan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmer’s lung disease
8. Alergi bahan inhalan industri
9. Hernia diafragmatika atau esofagus
10. Tumor atua pembesaran kelenjar mediastinum
11. Sembab laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kiste laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Kegansan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmer’s lung disease
8. Alergi bahan inhalan industri
9. Hernia diafragmatika atau esofagus
10. Tumor atua pembesaran kelenjar mediastinum
11. Sembab laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kiste laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan
2.10 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
A.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya
normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
§ Bila disertai dengan bronkhitis, maka
bercak-bercak di hilus akan bertambah
§ Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
§ Bila terdapat komplikasi, maka terdapat
gambaran infiltrat pada paru
§ Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
§ Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
B.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
C. Pemeriksaan Laboratorium
·
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama
serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru, yaitu:
§
Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi
right axis deviasi dan clock wise rotation
§
Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung,
yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
§
Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus
takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
·
Pemeriksaan Dahak
Dahak
ataupun sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida dan
serabut glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak sukar
dikeluarkan saat batuk. Dahak yang sangat kental sering kali menyebabkan
penyumbatan yang disebut ariways plugging.
Dahak
purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah banyak, dengan
konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel yang mengalami
kerusakan (nekrotik) bercampur, tampak gambaran spiral Churschmann, bdan creola
dan kristal charcot leyden serta 90-% dahak mengandung sel eosinofil.
·
Pemeriksaan darah
Pada
penderita yang mengalami stress, dehidrasi dan infeksi, lekosit dapat meningkat
(15.000/mm3) sedangkan eosinofil meningkat diatas harga normal (normal =
250/mm3). Pada asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3.
kalau peningkatan eosinofil ini melebihi 1000/mm3, misal sampai 4000/mm3, ada
kemungkinan peningkatan ini disebabkan infeksi. Bila eosinofil tetap tinggi
setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini disebut steroid resistent
bronchial asthma.
D. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
E.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas
reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
2.11 KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (vietha, 2009) adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan
atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita
harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh
paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura
yang menyebabkan kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
2.12 PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan
segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang
dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan
penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun
tentang perjalanan penyakitnyasehingga penderita mengerti tujuan penngobatan
yang diberikan danbekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2,
yaitu:
1.
Pengobatan non
farmakologik:
o
Memberikan penyuluhan
o
Menghindari faktor pencetus
o
Pemberian cairan
o
Fisiotherapy
o
Beri O2 bila perlu.
2.
Pengobatan
farmakologik
- Bronkodilator
: obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi
dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan
efedrin)
Nama obat :
-
Orsiprenalin (Alupent)
-
Fenoterol (berotec)
-
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia
dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
b.
Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara
pemakaian :
Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).
c.
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan
obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
d.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg /
hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
(tanjung, 2003)
Ada
beberapa macam pengobatan penyakit asma, yang disesuaikan dengan kondisi atau
tingkat penyakit tersebut. Berikut beberapa pengobatan yang dapat dilakukan:
ü
Serangan asma tingkat sedang harus doibati dengan obat Beta-2 mimetik,
seperti Salbutamol (tiga kali, 2-4 mg/oral), jika diperlukan, berikan inhaler
yang setiap semprotannya mengandung 0,1 mg. Obat ini berbeda dengan betamimetim
lainnya, karena tidak memiliki efek samping terhadap jantung, hanya saja
penderita mengalami tremor. Selain itu, penderita juga dapat diberikan
aminofilin 500-1.200 mg, yang dikonsumsi setiap hari secara oral. Jika hal ini
terjadi pada kasus akut, maka gunakan obat ini kira-kira 250 mg yang dilarutkan
dalam 50 ml glukosa 20%, yang kemudian diberikan secara perlahan-lahan melalui
media suntik intravena. Apabila diperlukan aminofilin diberikan secara infus
intravena.
ü
Apabila serangan asma lebih berat, maka berikan prednison 40 mg oral. Pada
sebagian besar penderita asma, dosis obat tersebut dapat diturunkan dengan
segera, tetapi beberapa penderita yang lain membutuhkan prednison dengan dosis
pemeliharaan, yang memerlukan resep dokter dengan perhitungan dosis yang tepat.
ü
Untuk asma ekstrinsik tetapi juga sebagian penderita asma intrinsik, perlu
diberikan disodiumcromoglycate diantara dua serangan. Obat ini akan melindungi
sel mast pada saat dirangsang oleh alergen dan mencegah pengeluaran histamin
dan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk pencegahan, bukan digunakan pada
saat serangan terjadi.
ü
Pada kondisi status asmatikus, dibutuhkan penanganan/pengobatan serius,
karena keparahan penyakitnya sudah sangat tinggi. Status asmatikus merupakan
keadaan darurat yang harus segera diberi infus yang berisi aminofilin dosis
tinggi, disertai pemberian hidrokortison 200 mg. Jika terdapat bronkopneumonia,
harus diobati terlebih dahulu penyakit bronkopneumonia tersebut. Pemberian
oksigen juga dapat membantu, tapi perlu diperhatikan jika setelah pemberian
oksigen, asma tidak kunjung sembuh/mereda. Hal ini mungkin disebabkan kadar CO2
semakin tinggi yang menyebabkan narkose.
Perlu diperhatikan bahwa jangan
sesekali memberikan morfin kepada penderita asma bronchial. Lain halnya jika
penderita yang mengalami asma kardial, dalam hal ini kita harus dapat
membedakan gejala asma bronchial dengan asma kardial. Umumnya penderita dengan
asma kardial memperlihatkan gambaran penyakit jantung yang cukup jelas,
misalnya hipertensi berat, nadi cepat serta tidak teratur sama sekali
(fibrilasi atrium), pembesaran jantung dengan irama gallop atau murmur (bising
jantung) yang keras dan ronki di lapangan bawah paru-paru.
2.13
PENCEGAHAN
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani
pemeriksaan dengan mengindentifikasi substansi yang mencetuskan
terjadinya serangan. Penyebab yang
mungkin dapat saja menjadi gangguan bagi penderita seperti bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)
mungkin dapat saja menjadi gangguan bagi penderita seperti bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan (Smeltzer & Suzanne, 2001)
Usaha-usaha pencegahan asma dapat dilakukan :
A. Menjaga Kesehatan Tubuh
Menjaga kesehatan tubuh merupakan usaha yang
tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma bronchiale.Usaha yang dilakukan
berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang
cukup, rekreasi dan olah raga yang sesuai untuk mengatasi penyakit.
B. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan
dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan
penyakit asma, keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan, rumah
sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari, saluran pembuangan
air limbah harus lancar, dan kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang
untuk menghindari debu rumah.
C. Menghindari faktor pencetus serangan penyakit
asma
Perubahan dalam suhu lingkungan, pertukaran
atmosfir (asap rokok dan industri ozon), bau yang menyengat (parfum) alergen,
olah raga yang berlebihan, stres dan gangguan emosional.
D. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma,
sebagai pencegah penyakit.
PATHWAY
Spasmeotot SumbatanMukus Edema InflamasiDinding Bronchus
Kebersihan (bronchospasme)
Peningkatankerjapernafasan Mk :KurangPengetahuan
Peningkatankebutoksigen penurunanmasukan oral
Hyperventilasi Mk. Perubnutrisikurangdari
RetensiCO2
Asidosisrespiratorik
BAB III
PENUTUP
Konsep Keperawatan
3.1PENGKAJIAN
A.
Riwayat kesehatan masa lalu
-
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang
penyakit paru sebelumnya
-
Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas
terhadap zat/faktor lingkungan
B.
Aktivitas
-
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit
bernafas
-
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-hari
-
Tidur dalam posisi duduk tinggi
C.
Pernapasan
-
Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktivitas atau latihan
-
Napas memburuk ketika klien berbaring telentang
di tempat tidur
-
Menggunakan alat bantu pernapasan, misal
meninggikan bahu, melebarkan hidung
-
Adanya bunyi napas mengi
-
Adanya batuk berulang
D. Sirkulasi
-
Adanya peningkatan tekanan darah
-
Adanya peningkatan frekuensi jantung
-
Warna kulit atau membran mukosa
normal/abu-abu/sianosis
E.
Integritas ego
-
Ansietas
-
Ketakutan
-
Peka rangsangan
-
Gelisah
F.
Asupan nutrisi
-
Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan
-
Penurunan berat badan karena anoreksia
G.
Hubungan social
-
Keterbatasan mobilitas fisik
-
Susah bicara atau bicara terbata-bata
-
Adanya ketergantungan pada orang lain
3.2DIAGNOSA
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkospasme: peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi
kental: penurunan energi/kelemahan.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen, kerusakan alveoli.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan hidup berhubungan
dengan penurunan masukan oral.
4.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi/tidak mengenal sumber informasi.
3.3INTERVENSI
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkospasme: peningkatan produksi sekret, sekresi, tertahan, tebal, sekresi
kental: penurunan energi/kelemahan.
-
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih / jelas.
-
Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku
perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi:
Mandiri
Ø Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R : Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tidak dimanifestasikan
adanya bunyi nafas adventisius.
Ø
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio
inspirasi / ekspirasi.
R : Takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres.
Ø
Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu,
asap yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : Pencetus tipe reaksi
alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
Ø
Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R : Memberikan pasien
beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan
udara.
Ø
Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk
pendek dan basah.
R : Batuk dapat menetap
tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.
Kolaborasi
Ø Berikan obat sesuai
indikasi.
Bronkodilator misal :
adrenalin dan profentil.
R : Merilekskan otot halus
dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus dan mengi.
Ø Berikan humidifikasi
tambahan misal : nebulizer ultranik
R : Kelembaban menurunkan
sekret dan mempermudah pengeluaran.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen, kerusakan alveoli.
Tujuan : Pertukaran gas efektif dan adekuat
Kriteria Hasil :
-
Menunjukan perbaikan
ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distres pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi :
Mandiri
Ø Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
R : Berguna dalam evaluasi
derajat distres pernafasan.
Ø Tinggikan kepala tempat
tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam
perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
R : Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
Ø
Dorong mengeluarkan sputum: penguapan bila
diindikasikan
R : Kental, tebal dan
banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas
kecil.
Kolaborasi
Ø
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
R : Dapat memperbaiki /
mencegah memburuknya hipoksia.
Ø Berikan penekan SSP misal
: sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
R : Digunakan untuk
mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan hidup berhubungan
dengan penurunan masukan oral.
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
-
Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang
tepat.
-
Menunjukan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/ mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi
:
Mandiri
Ø Kaji kebiasaan diet,
masukkan makanan, catat derajat kesulitan
makan, evaluasi BB.
R : Pasien distres
pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Ø
Auskultasi bunyi usus.
R : Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Ø
Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
R : Rasa tidak enak, bau
dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat
mual dan muntah.
Ø
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : Dapat menghasilkan
distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.
Ø
Hindari makanan yang sangat panas/dingin
R : Dapat menghasilkan sekret yang berlebihan
Ø
Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi
Ø
Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk
memberikan makanan yang mudah di cerna.
R : Metode makanan dan
kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.
Ø
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R : Menurunkan dispnea dan meningkatkan
energi untuk makan dan meningkatkan masukan.
4.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan meningkat
Kriteria Hasil :
-
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
-
Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari
proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
-
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
Intervensi :
Mandiri
Ø Jelaskan proses
penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R : Menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Ø
Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk
efektif dan latihan kondisi umum.
R : Nafas abdominal
menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.
Ø
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang
diinginkan.
R : Penting bagi pasien
memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
Ø
Diskusikan faktor lingkungan pada individu yang
meningkatkan kondisi.
R : Faktor lingkungan dapat
menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial dan menimbulkan peningkatan
produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
Ø
Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R : Menurunkan pertumbuhan
bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Beberapa laporan ilmiah baik di
dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian alergi dan asma
terus meningkat tajam beberapa tahun terakhir. Tanggal
4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma (GINA) sebagai World
Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
penyandang asma di dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus
bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun.
Asma
Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(Smeltzer & Suzanne, 2001)
4.2
SARAN
Asma merupakan penyakit yang banyak
menyerang semua kalangan, baik usia muda maupun tua, laki-laki ataupun
perempuan. Oleh sebab itu, melalui tugas ini kami ingin agar rekan-rekan
mahasiswa/i mampu memahami tindak lanjut dari penyakit asma bronkial ini untuk
membantu penatalaksanaan bagi penderita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar