Minggu, 26 April 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
Salah satu penyebab utama kematian bayi dan anak Balita adalah penyakit ISPA yang di akibatkan oleh penyakit pneumonia. Strategi dalam penanggulangan pneumonia adalah penemuan dini dan tatalaksana anak batuk dan tau kesukaran bernapas yang tepat.
Sejak 1990 Departemen Kesehatan telah mengadaptasi, menggunakan dan menyebarluaskan pedoman tata laksana pneumonia Balita yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian Balita karena Pneumonia.

1.2 Tujuan Makalah
1. Mengetahui defenisi dari Pneumonia.
2. Mengetahui penyebab dari Pneumonia.
3. Mengetahui gejala atau manifestasi klinis dari Pneumonia.
4. Mengetahui komplikasi dan bagaimana cara penatalaksanaan (therapy) dari    Pneumonia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    DEFENISI
1)    Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita” di sebutkan bahwa pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang mengenai bagian paru ( jaringan alvioli) (DepKes RI, 2004:4). Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada kapiler kapiler pembuluh darah dalam alvioli. Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan akan mengisi alvioli tersebut sehingga terjadi kesulitan penyerapan oksigen. Hal ini mengakibatkan kesukaran bernapas (DepKes RI, 2007:4)
2)    Menurut Mahmud, 2006 menyebutkan bahwa pneumonia adalah terjadinya peradangan pada salah satu atau kedua organ paru yang di sebabkan oleh infeksi.
3)    Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan pada paru terisi oleh cairan dan tak jarang menjadi mati dan timbul abses (Prabu, 1996:37). Penyakit ini umunya terjadi pada anak anak dengan ciri ciri adanya demam, batuk di sertai napas cepat (takipnea) atau napas sesak. Defenisi kasus tersebut hingga kini digunakan dalam program pemberantasan dan penanggulangan ISPA oleh Departemen Kesehatan RI setelah sebelumnya di perkenalkan oleh WHO pada tahun 1989.
4)    Menurut Wahab, 2000, pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang di tunjukkan dengan adanya pelebaran cuping hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering di sebut tarikan dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)
5)    Pengertian pneumonia dalam buku “ Perawatan Anak Sakit” yang di tulis Ngastiyah yang di terbitkan oleh EGC mengatakan bahwa pneumonia adalah suatu radang paru yang di sebabkan oleh bermacam macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
2.2     ETIOLOGI
Tubuh mempunyai daya tahan yang berguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus respiratorius yang terdidi dari :
a.    Susunan anatomis dari rongga hidung
b.    Jaringan limfoid di naso faring
c.    Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret yang di keluarkan oleh sel epitel tersebut
d.    Refleks batuk
e.    Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
f.    Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
g.    Fagositas, aksi enzimatik  dan respon immunohumoral terutama dari IgA
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna..
Etiologi pneumonia dapat dibedakan berdasarkan anatomi dan agen penyebab infeksinya. Pembagian pneumonia menurut anatominya :
a.    Pneumonia lobaris
b.    Pneumonia lubularis ( Bronkopneumonia)
c.    Pneumonia interstitialis ( Bronkiolitis )
Sedangkan pembagian pneumonia menurut etiologis atau agen penyebab infeksinya adalah :
a.    Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada orang dewasa) :
•    Staphylococcus aureus
•    Legionella
•    Hemophillus influenzae

b.    Virus
•    Virus influenzae
•    Chicken pox (cacar air)
c.    Mycoplasma pneumoniae (organisme yang mirip bakteri)
d.    Jamur
•    Aspergilus
•    Histoplasma
•    koksidioidomikosis
e.    Aspirasi ( makanan, amnion dsb )
f.    Pneumonia hipostatik
g.    Sindrom loeffler
Pada umumnya pneumonia terjadi akibat adanya infeksi bakteri pneumokokus (streptokokus pneumoniae ). Beberapa penelitian menemukan bahwa kuman ini menyebabkan pneumonia hampir pada semua kelompok umur dan paling banyak terjadi di negara negara berkembang.
Akan tetapi dari pandangan yang berbeda di dapatkan bahwa gambaran etiologi pneumonia dapat di ketahui berdasarkan umur penderita. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan agen penyebab penyakit, baik pada bayi maupun balita. Ostapchuk menyebutkan kejadian pneumonia pada bayi neonatus lebih banyak disebabkan oleh bakteri streptokokus dan gram negatif enteric bacteria (escherichia coli). Sementara itu, pneumonia pada anak anak balita lebih sering di sebabkan oleh virus, salah satunya adlah Respiratory syncytial virus.

2.3    PATOFISIOLOGI
Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya serangan agen infeksius yang bertransmisi atau di tularkan melalui udara. Namun pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan di sebabkan oleh agen yang bertransmisi denagan cara yang sama. Pada dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagai cara seperti inhalasi (melaui udara), hematogen (melaui darah), ataupun dengan aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat di akibatkan oleh adanya perluasan langsung dari tempat tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi.
 Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1.     Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


2.      Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3.      Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.      Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Selain adanya infeksi kuman dan virus, menurunnya daya tahan tubuh dapat juga di sebabkan karena adanya tindakan endotracheal dan tracheostomy serta konsumsi obat obatan yang dapat menekan refleks batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan terhadap serangan kuman dan virus.


2.4    GEJALA/MANIFESTASI KLINIS
Gejala pada pneumonia adalah antara lain :
a.    Kesulitan dan sakit pada saat bernapas : nyeri pleuritik, nafas dangkal dan mendengkur, tachipnoe.
b.    Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi : mengecil, kemudian menjadi hilang, ronchi
c.    Gerakan dada tidak simetris
d.    Menggigil dan demam 38,8’C sampai 41,1’C
e.    Diaforesis
f.    Anoreksia
g.    Malaise
h.    Batuk kental, produktif : sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i.    Gelisah
j.    Cyanosis
k.    Masalah masalah psikososial : disorientasi dan anxietas
Kejadian pneumonia pada balita diperlihatkan dengan adanya ciri ciri demam, batuk, pilek, disertai sesak napas dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, serta cyanosis pada infeksi yang berat. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam terjadi karena gerakan  paru yang mengurang akibat infeksi pneumonia yang berat.. pada usia di bawah 3 bulan, kejadian pneumonia di ikuti dengan penyakit pendahulu seperti otitis media, conjuctivitis, laryngitis, dan pharyngitis.
Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan - <5 tahun di lihat dari adanya kesulitan bernapas dan atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sedangkan pada anak umur <2 bulan di ikuti dengan adanya napas cepat dan atau terikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Kriteria napas cepat berdasarkan frekwensi pernapasan di bedakan menurut umur anak. Untuk umur kurang dari 2 bulan, di katakan napas cepat, jika frekwensi napas 60x/menit atau lebih, sedangkan untuk umur 2 bulan sampai <12 bulan jika >50x/menit dan umur 12 bulan sampai <5 tahun jika >40x/menit.
2.5    KOMPLIKASI
1.    Pneumothorax
Udara dari alveolus yang pecah di sebabkan karena sumbatan atau peradangan di saluran bronkioli yang membuat udara bisa masuk namun tidak bisa keluar. Lambat laun alveolus menjadi penuh sehingga tak kuat menampung udara dan pecah.
2.    Empiyema (peradangan di paru)
Peradangan terjadi karena kuman atau bakteri berhasil di lokalisasi oleh pertahanan tubuh namun tidak dapat di basmi akhirnya muncul nanah dan mengumpul di antara paru paru dan dinding dada.


2.6    FAKTOR RESIKO PNEUMONIA
Faktor faktor resiko kesakitan (morbiditas) pneumonia adalah antara lain umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat BBLR, pemberian ASI yang kurang, defesiensi Vit A, status imunisasi, polusi udara, ventilasi rumah dan pemberian makanan yang terlalu dini.

a.    Umur
Umur merupakan salah satu faktor resiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini di sebabkan karena umur dapat memperlihatkan kondisi  kesehatan seseorang. Anak anak yang berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia di bandingkan anak anak yang berumur di atas 2 tahun. Hal ini di sebabkan karena imunitas yang belum sempurna dan lubang pernapasan yang relatif sempit.
b.    Jenis kelamin
Penelitian di Uruguay menunjukkan bahwa pada tahu 1997-1998, 58% penderita pneumonia yang di rawat di RS adalah laki laki.
c.    Riwayat BBLR
Bayi dengan BBLR beresiko mengalami kematian akibat pneumonia, hal ini di sebabkan karena zat anti kekebalan di dalam tubuhnya belum sempurna sehingga memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia.
d.    Pemberian ASI
ASI mengandung nutrisi dan zat zat penting yang berguna terhadap kekebalan tubuh bayi. Oleh sebab itu, sangat penting bagi bayi untuk segera di berikan ASI sejak lahir karena pada saat itu bayi belum dapat memproduksi kekebalannya sendiri.
Pemberian ASI ternyata dapat menurunkan resiko pneumonia pada bayi dan balita. Penelitian di Rwanda melaporkan bahwa bayi yang di rawat di rumah sakit karena pneumonia lebih beresiko pada bayi yang tidak memperoleh ASI.
e.    Status Gizi
f.    Status Imunisasi
Pada dasarnya beberapa penyakit penyakit infeksi yang terjadi pada anak anak dapat di cegah dengan imunisasi. Yaitu antara lain ; difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, tuberkulosis, campak dan polio. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia juga merupakan penyakit yang dapat di cegah melalui pemberian imunisasi yaitu dengan imunisasi campak dan pertusis. Penyakit pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran napas berat seperti pneumonia. Oleh karena itu pemberian imunisasi DPT dapat mencegah pneumonia.
g.    Defesiensi Vit A
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian Vit A berguna dalam mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya kematian akibat pneumonia. Pemberian Vit A di khususkan pada balita berumur 6 bulan sampai 2 tahun yang di rawat di RS karena campak dan komplikasi pneumonia. Oleh karena itu jika anak menderita pneumonia tetapi telah memperoleh Vit A sebelumnya dalam jangka waktu tertentu, maka anak tersebut tidak akan menderita pneumonia berat dan dapat mencegah mortalitas.
2.7    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum yaitu :
a.    Oksigen 1-2 l/menit
b.    Infus Dextrose 10% : NACL 0,9% =3:1
c.    Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap melaui selang nasogastrik dengan feeding drip
d.    Jika sekresi lendir berlebihan dapat di berikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier
e.    Berikan antibiotika jika penderita telah di tetapkan sebagai pneumonia.
Pada tahun 1997, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan manajemen tatalaksana baru yaitu MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) yang terintegrasi dan di terapkan sebagai acuan program penanggulangan ISPA pneumonia di pelayanan kesehatan dasar. Adapun tatalaksananya adalah meliputi :
a.    Pemeriksaan
b.    Penentuan ada tidaknya bahaya
c.    Penentuan klasifikasi penyakit
d.    Pengobatan dan tindakan
Tata Laksana Therapy
1.    Bagi penderita pneumonia, di berikan antibiotika per oral selama 5 hari. Antibiotika yang di gunakan adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dan Paracetamol (500mg dan 100mg). akan tetapi pada bayi berumur kurang dari 2 bulan, tidak di anjurkan untuk di berikan pengobatan antibiotika per oral maupun paracetamol.
2.    Tindakan yang di berikan pada penderita pneumonia berat adalah di rawat di RS. Ada beberapa tanda bahaya yang menunjukkan anak menderita penyakit yang sangat berat di mana jika anak mempunyai salah satu tanda bahaya tersebut maka perlu segera di rujuk ke RS yaitu:
•    Pada anak umur 2 bulan - <5 tahun tanda bahaya tsb antara lain kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor atau mengalami gizi buruk.
•    Pada anak umur <2 bulan : kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
•    Penderita sangat muda atau tua : mengalami keadaan klinis berat yaitu sesak napas, kesadaran menurun, serta gambaran kelainan toraks cukup luas, adanya riwayat penyakit lain (bronkiektasis atau bronkitis kronik, adanya komplikasi dan tidak adanya respon terhadap pengobatan yang telah di berikan.
3.    Pemberian oksigen terutama pada anak yang cyanosis
4.    Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1)      Pneumonia lobaris
2)      Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3)      Bronkopneumonia.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.

3.2 SARAN
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan.
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Oleh karena itu sangat di perlukan menjaga daya tahan tubuh dengan memperhatikan nutrisi dan kesehatan tubuh, terutama untuk ibu ibu agar lebih memperhatikan kesehatan anak karena anak lebih rentan beresiko terkena penyakit yang di sebabkan daya tahan tubuh mereka yang masih lemah. Pemberian ASI sangat di butuhkan oleh bayi dengan tujuan untuk membentuk imun si bayi tersebut agar terbentuk lebih kuat dalam menghadapi resiko terkena penayakit.
Kita harus lebih memperhatikan resiko penyebab yang memungkinkan terkenanya pneumonia seperti misalnya gizi buruk, defesiensi Vit A, pemberian ASI dan imunisasi. Untuk mencegah hal tsb, ibu ibu sebaiknya memperhatikan gizi si anak,memberikan ASI pada bayinya, kelengkapan imunisasi dan selalu waspada terhadap tanda bahaya jika si anak mengalami infeksi saluran napas.

makalah anemia pada anak


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

            Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian.

B.       Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan penyakit anemia pada anak
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :
1.      Mengetahui pengertian anemia
2.         Mengetahui etiologi anemia
3.      Mengetahui patofisologi anemia
4.      Mengetahui manifestasi klinis anemia
5.      Mengetahui macam-macam anemia
6.      Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Anemia
Bahaya Anemia kini terutama sekali dirasakan pada anak-anak. Dampaknya bagi anak bisa membahayakan karena dapat mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ tubuh lain, hingga menyebabkan kematian. Karena itu sangat penting bagi kita untuk tanggap dan penting mengetahui gejala-gejala Anemia. Secara umum anemia pada anak terjadi akibat infeksi cacing tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah
 Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism saraf.  Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja. Bila kekurangan zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko perinatal serta mortalitas bayi.

2.      Penyebab Defisiensi Besi Menurut Usia
·         Bayi kurang dari 1 tahun
a)      Cadangan besi kurang,  karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
b)     Alergi protein susu sapi
·         Anak umur 1-2 tahun
a)      Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu murni berlebih.
b)     Obesitas
c)      Malabsobsi
d)     Kebutuhan zat besi berlebih karena infeksi berulang/kronis
·         Anak umur 2-5 tahun
a)      Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe  atau minum susu berlebihan.
b)     Obesitas
c)      Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis baik bakteri, virus ataupun parasit).
d)     Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel/poliposis dsb).
·         Anak umur 5 tahun – remaja
a)      Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan
b)     Menstruasi berlebihan pada remaja puteri

3.      Patofosiologi Anemia

Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia

Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung

4.      Klasifikasi Anemia
a)      Anemia Aplastik
·         Penyebab
*      Agen neoplastik/sitoplastik
*      Terapi radiasi
*      Antibiotik tertentu
*      obat anti konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
*      inveksi virus khususnya hepatitis
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
Gangguan sel induk di sumsum tulang
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
  
    Pansitopenia
 
 Anemia aplastik

·         Gejala
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Morfologis: anemia normositik normokromik

b)     Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
· Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
· Hematokrit turun 20-30%
· Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

c)      Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan

d)     Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
gangguan eritropoesis
Absorbsi besi dari usus kurang
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
      Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik

e)      Anemia megaloblastik
Penyebab:
·  Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
·  Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
     
Sintesis DNA terganggu
     
Gangguan maturasi inti sel darah merah
     
     Megaloblas (eritroblas yang besar)
     
       Eritrosit immatur dan hipofungsi

f)       Anemia hemolitika
yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
·  Pengaruh obat-obatan tertentu
·  Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
·  Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
·  Proses autoimun
·  Reaksi transfusi
·  Malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
Antigesn pada eritrosit berubah
Dianggap benda asing oleh tubuh
   sel darah merah dihancurkan oleh limposit
Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat

5.      Tanda dan Gejala Anemia Pada Anak
Tanda dan gejala anak anemia sebenarnya bisa dideteksi oleh orang tua. Bagaimana orang tua bisa mengenali tanda anemia pada anak itulah adalah salah satu cara untuk bisa menangani semenjak awal anemia ini dan juga memberikan pengobatan anemia itu sendiri. Tanda anemia anak bisa berupa :
·         Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang karena media trasportnya berkurang (Hb) kurang sehingga tentunya yang membuat energy berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu
·         Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena darah yang membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak pada indra penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang
·         Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
·         Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
·         Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.

6.      Cara Mencegah Anemia
Sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, Mencegah penyakit ini dapat mengkonsumsi beberapa asupan penting yang mudah didapat diantaranya, zat besi juga dapat ditemukan pada kacang polong, serta kacang-kacangan.
Dilanjutkan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.
Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.

7.      Komplikasi

Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif.
Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536)

8.      Penatalaksanaan pada penderita Anemia
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a.     Transplantasi sumsum tulang
b.     Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)

2. Anemia pada penyakit ginjal
a.       Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b.      Ketersediaan eritropoetin rekombinan

3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.

4. Anemia pada defisiensi besi
a.      Dicari penyebab defisiensi besi
b.     Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat  ferosus.

5. Anemia megaloblastik
a.    Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensidisebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b.    Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selamahidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c.   Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.


ASUHAN KEPERAWATAN

I.            Pengkajian
a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan
b. Pucat
ü pasca perdarahan
ü pada difisiensi zat besi
ü anemia hemolistik
ü anemia aplastik
c. Mudah lelah
Kurangnya kadar oksigen dalam tubuh
d. Pusing kepala
Pasokan atau aliran darah keotak berkurang
e. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb
f. Nadi cepat
Kompensasi dari refleks cardiovascular
g. Eliminasi urine dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine
h. Gangguan pada sisten saraf
Anemia difisiensi B 12
i. Gangguan cerna
Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan nafsu makan
j. Pika
Suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidak
 bergizi, Anak yang memakan sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya (PIKA)
k. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung)
l. Suhu tubuh meningkat
Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan iskemik
m. Pola makan
n. Pemeriksaan penunjang
- Hb
- Eritrosit
- Hematokrit
o. Program terafi, perinsipnya :
- Tergantung berat ringannya anemia
- Tidak selalu berupa transfusi darah
- Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala

Nilai normal sel darah
Jenis sel darah
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15), 8 – 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 – 12 Tahun 260.000
4. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.

II.                Diagnosa Keperawatan
a.        Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
b.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan  pada sum-sum tulang.
c.       Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
e.       Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
f.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
g.      Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

III.             INTERVENSI
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan dioksigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
a.       Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
b.      Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
c.       Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d.      Kolaborasi pemberian penambah darah Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.

Diagnosa 2 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a.Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
b.Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c.Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
d.Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

Diagnosa 3 : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.
Tindakan keperawatan
a.Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
b.Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
e.Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru..

IV .      IMPLEMENTASI
      Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.

V .       EVALUASI
            Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut :
a.       Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria
b.      Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
c.      Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
d.      Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
e.      Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
f.       Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g.      Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
h.      Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
i.        Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
j.        Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria :
k.      Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.